Halaman

Senin, 07 Januari 2013

Pola Hubungan Petani dalam Masyarat Erat Kaitannya dengan Organisasi Kelompok Tani


A.    Pola Hubungan Petani dalam Masyarakat
              Manusia sebagai mahluk sosial yang memiliki dimensi sosial yang kuat. Sejak jaman nenek moyang sampai sekarang tidak ada manusia yang hidup sendiri. Jaman dahulu manusia hidup dalam kelompok-kelompok  kecil untuk bertahan hidup. Mereka memang kerap berperang melawan kelompok lain namun dalam tubuh kelompok tersebut mereka saling membangun kepercayaan melalui hubungan sosial. Kelompok yang  memiliki hubungan sosial yang kuat biasanya menjadi kelompok yang besar dan kuat. Mereka harus berhubungan sosial bila ingin terus bertahan hidup, apabila tidak berhubungan sosial maka mereka harus siap–siap disingkirkan.
Sifat soliter bukan bagian dari manusia. Manusia membutuhkan orang lain dan cenderung hidup berkelompok. Saat ini kita dapat melihatnya dari kelompok terkecil yaitu, keluarga, RT (rukun tetangga), RW (rukun warga), Kecamatan, Kabupaten, Provinsi, Negara, dan masyarakat internasional. Seorang petani mungkin masih bisa hidup dengan memakan hasil panennya tetapi bagaimana kalau dia sakit apakah dia masih bisa bertahan sendiri.
Hubungan sosial tersebut menciptakan suatu kelompok/komunitas. Hubungan yang terus menerus dalam komunitas tersebut lama kelamaan akan menciptakan suatu pola. Pola hubungan inilah yang membuat setiap manusia mendapat bagiannya sendiri–sendiri dalam komunitas.
Pertanian dalam arti luas berarti segala kegiatan produksi yang berlandaskan pertumbuhan dari hewan dan tumbuhan. Sedangkan petani adalah individu yang melakukannya. Petani merupakan individu yang menjalankan usaha pertanian. Di desa biasanya petani biasanya memiliki 3 tugas yang vital dalam usaha pertaniannya. Pertama, petani sebagai penggarap lahan usahanya. Petani biasa menggarap sendiri lahannya dan biasanya meminta bantuan masyarakat lain saat akan menanam dan memanen. Kedua, petani sebagai manager mengatur kapan waktu yang baik untuk menanam dan tentu juga memasarkan asil panennya. Ketiga, petani sebagai manusia juga menjalani kehidupannya sehari-hari dalam bermasyarakat.
Petani adalah mahluk sosial yang dalam kehidupannya tidak dapat lepas dari manusia lain. Petani juga memiliki keluarga, Dahulu sebagian besar petani, anggota keluarganya juga ikut bertani meski bukan pekerjaan utamanya. Antara petani dan keluarganya tersebut memiliki suatu pola hubungan yang saling mendukung. Hubungan yang saling mendukung tersebut yang membuat keluarga petani hidup dengan tentram. Pola hubungan yang saling mendukung seperti ini dari tahun ke tahun sudah mulai berkurang kadarnya. Dapat dilihat saat ini petani mudah drop/menyerah/strees menghadapi kesulitan hidup. Keluarga yang seharusnya mendukung lebih fokus kepada pekerjaan mereka “mulai ada sikap antipati”. Hal tersebut terjadi biasanya karena 2 faktor  yaitu tidak terjadi/tidak adanya kontak sosial dan interaksi sosial.   

Di desa–desa para petani menjunjung tinggi rasa persaudaraan. Itu terbukti dengan semangat gotong royong yang kuat, pembuatan rumah yang tidak perlu menyewa tukang bangunan, penanaman padi yang dilakukan secara beramai– ramai, panen yang juga dilakukan secara beramai–ramai, bila ada hajatan “terdengar suara sound yang keras” mereka langsung berbondong–bondong mengungkapkan rasa simpati mereka. Hubungan antara petani satu dan yang lain sangat harmonis. Masalah memang ada dalam masyarakat pertanian, sebagai contoh saat petani kesulitan air dimusim kemarau mereka berebut mendapatkan jatah air, pertikaian antar kampung lantaran rasa solidaritas tinggi tanpa dibarengi logika, dll.
Interaksi lain yang membuat pola hubungan sosial adalah antara petani dengan pedagang. Petani memperoleh benih, bibit, pembasmi hama, dan alat pertanian dari pedagang. Pedagang memperoleh untung dari transaksi dengan petani. Antara petani dengan pedagang memiliki pola hubungan yang saling bergantung karena petani tidak memiliki waktu dan transportasi yang memadahi untuk membeli ke kota, pedagangpun tidak dapat menjual barangnya bila petani membeli sendiri kebutuhannya.
Petani juga biasa menjual hasil panennya kepada pedagang atau biasa disebut tengkulak. Hubungan antara petani dan tengkulak sudah wajar dan normal dilakukan di desa–desa. Petani tidak ingin repot–repot menjemur dan menggiling padi. Mereka lebih suka langsung menujualnya dan uangnya mereka belikan beras di pasar.
 Pola hubungan tersebut menciptakan suatu pekerjaan baru yaitu buruh jemur yang banyak terdapat di penggilingan padi. Hubungan antara tengkulak denga petani sebenarnya tidak terlalu kejam seperti yang ada di media massa. Petani membutuhkan tengkulak demikian pula tengkulak membutuhkan petani.
Petani memiliki hubungan yang sangat luas dengan masyarakat sekitarnya.  Hubungan tersebut terjadi karena petani sebagai pekerja, sebagai manajer, dan juga sebagai warga masyarakat. Petani berhubungan dengan sesama petani, dengan pedagang, dengan masyarakat sekitar, dengan kelompok tani, dan lain-lain.

A.    Petani Sebagai Warga Sistem Sosial
Pada era ini bertani tidak lagi hanya sekedar sebagai way of life, tetapi sebagai usaha bisnis. Tujuan utamanya adalah mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Produktivitas pertanian yang melimpah tidak selalu seiring dengan keuntungan yang besar. Bagi petani produksi yang melimpah bukan segala-galanya, sebab yang utama bagi mereka adalah keuntungan yang nyata dari usahataninya. Besar-kecilnya keuntungan, bahkan kerugian yang diderita, sangat bergantung pada apa yang dilakukan petani selaku manajer usahataninya.
Banyak petani yang mengambil keputusan hanya berdasarkan pengalaman atau tradisi. Jika biasanya menanam padi, mereka akan menanam padi terus. Tidak pernah dipertimbangkan menanam komoditas lain yang mungkin lebih besar keuntungannya. Untuk bisa mengambil keputusan yang tepat/baik memang diperlukan banyak hal, seperti pengalaman, alternatif lain; informasi, pengetahuan, wawasan, keterampilan, keberanian. Mana yang tidak/kurang dimiliki petani itulah defisiensi yang dialami petani.
Ada dua macam perencanaan yang harus dilakukan petani, yaitu perencanaan sebagai kultivator dan perencanaan sebagai manajer usahatani. Keduanya sebenarnya saling berkaitan, namun perannya sebagai kultivator (tukang tani) umumnya sudah baik. Jadi yang perlu dibahas adalah perannya sebagai manajer yang harus merencanakan bisnis usahataninya.
B.     Struktur Perubahan Masyarakat Petani
Struktur sosial masyarakat terbagi berdasarkan luas kepemilikan lahan menjadi dua golongan besar yaitu buruh tani dan pemilik tanah. Buruh tani mempunyai kedudukan sosial yang paling bawah dengan aktivitas ekonomi yang terbatas pada pengerahan tenaga buruh upahan kepada kaum pemilik tanah. Beberapa diantaranya mencoba untuk melakukan kegiatan ekonomi lainnya, namun masih terbatas pada jenis perdagangan kecil. Berbeda dengan kaum tuan tanah yang mempunyai kegiatan ekonomi lebih bervariatif dan skala yang jauh lebih besar.
Perkembangan struktur sosial masyarakat desa saat ini masih mengenal adanya dua strata tersebut, namun kegiatan ekonomi yang ada telah berkembang sehingga kesejahteraan buruh tani dapat lebih meningkat. Pola kemitraan yang sejajar juga telah terbentuk antara buruh tani dan pemilik tanah.
Mata pencaharian di bidang pertanian banyak dilakoni masyarakat pedesaan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Sangat menarik jika membahas tentang bagaimana masyarakat desa dalam berinteraksi sosial dengan lingkungannya. Setiap desa memiliki karakter dan kebutuhan yang berbeda, ditambah lagi dengan adat dan norma yang berbeda disetiap desa.
Dalam masyarakat pertanian pedesaan ternyata tidak lepas dari perubahan struktur sosial kemasyarakatan. Pembahasan mengenai struktur sosial yang dikemukakan oleh Ralph Linton ada dua konsep, yaitu status dan peran. Status merupakan sekumpulan hak dan kewajiban, sedangkan peran adalah aspek dinamis dari sebuah status. Menurutnya seseorang menjalankan perannya ketika ia menjalankan hak dan kewajiban yang merupakan statusnya. Selain itu ia juga membedakan pembagian status antara Ascrribed status (status yang diperoleh sejak lahir) dan achieved status (status yang diraih selama hidup). Konsep ini menunjukkan bahwa dalam suatu struktur sosial terdapat ketidaksamaan posisi sosial antar individu. Sedangkan Max Weber mengatakan bahwa suatu masyarakat terbagi dalam stratifikasi yaitu kelas, status, dan kekuasaan.
Di era globalisasi ini berbekal informasi dan teknologi serta dikarenakan pula tuntutan kehidupan yang semakin penuh dengan tantangan mengakibatkan banyaknya terjadi mobilitas masyarakat desa, sehingga mengakibatkan perubahan struktur sosial dari waktu kewaktu, sistem sosial-budaya dalam keluarga dan lingkungan, pendidikan, serta pengalaman masyarakat desa itu sendiri yang akan mempengaruhi persepsi dan pola pikir khususnya petani sehingga berpengaruh pada perilaku petani.
Contohnya di beberapa pedesaan, meski pertanian masih menjadi karakteristik masyarakatnya. Tetapi penampilan fisik di masyarakat pedesaan tersebut sudah tidak lagi dapat dilihat atau di identifikasikan dari pakaian, rumah, dan sebagainya.
Selanjutnya kelas sosial para petani desa posisinya terkadang bisa sangat statis tetapi juga tidak menutup kemungkinan untuk dinamis sehingga ia dapat berubah sesuai dengan konteks, dan sesuai dengan fungsi atau peranannya dalam masyarakat. Artinya mobilitas tidak hanya terjadi pada tataran lokasi atau ruang wilayah masyarakat tetapi juga pada tataran kelas social masyarakat. Mobilitas atau pergerakan ini juga memperlihatkan kepada kita bagaimana transformasi bentuk atau model tradisional ke modern telah mempengaruhi perubahan sosial termasuk perubahan kelas dan status dalam masyarakat desa. Perubahan masyarakat terhadap model produksi dari pertanian kemigrasi membawa transformasi pada bentuk tradisional ke modern, mempengaruhi struktur kelas sosial dan dinamika perubahan atau pergantian kelas semakin banyak terjadi pada kalangan masyarakat di desa.
Buruh tani yang menempati tingkatan paling rendah dalam lapisan masyarakat membawa konsekuensi bahwa kedudukan mereka tidak akan hilang. Mereka merasa tidak perlu berupaya mempertahankan kedudukannya tersebut, karena suatu yang mustahil mereka akan jatuh dari kedudukan sosialnya. Akibat dari kedudukan sosial yang mereka miliki, rasa ketenteraman yang mereka alami sangat berbeda dengan perasaan kaum pemilik tanah. Perasaan ini memunculkan nilai “nrimo ing pandum” sehingga rasa berserah diri kepada nasib sangatlah besar pada diri buruh tani. Keadaan ini menyebabkan timbulnya ketegangan sosial apabila terdapat tindakan-tindakan yang berasal dari luar untuk merubah nasib mereka.
Sebagian besar petani di Indonesia telah mampu mengembangkan pertanian dengan pola modern mengikuti tuntutan teknologi budidaya pertanian. Selain itu, pasar komoditas pertanian di desa pun cukup berkembang. Banyak hasil-hasil pertanian yang di ekspor keluar negeri dan sebagian juga untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Pada masa kemerdekaan hingga 1980-an, sebagian besar petani menjual produksinya ke pasar-pasar tradisional. Sayur yang akan dijual dimasukkan begitu saja ke dalam karung, tidak dikemas dengan baik dan para petani hanya tahu menanam, sehingga mereka lebih sering merugi karena mendapatkan harga sayur yang jatuh di musim panen. Oleh karena itu, sebagian penduduk kampung tidak bisa hidup sejahtera dan sebagian termasuk kedalam ekonomi rendah. Rumah mereka yang berdinding anyaman bambu tampak kumuh dan reot. Penyakit menular menjangkiti penduduk karena lingkungan yang tidak sehat. Kandang ternak menempel langsung pada rumah-rumah penduduk, yang seharusnya kandang-kandang ternak itu ditempatkan agak jauh atau diberi jarak dengan rumah- rumah warga agar kesehatan lingkungan pun terjaga dan ini dapat mengurangi tingkat berkembangnya penyakit.
Melalui kelompok-kelompok para petani berhasil memikat generasi muda untuk bekerja di bidang pertanian. Dari mulai generasi muda yang hidupnya tidak teratur, dengan adanya konsep pengelompokan tersebut, mereka, para generasi muda bisa lebih terarah kea rah yang positif, contohnya pemuda pencandu narkoba dan penderita gangguan jiwa pun dilibatkan dan diberi pengarahan dalam bidang pengelompokan tersebut. Hingga kini, setiap tahun sekitar 30 remaja berhasil dididik sebagai petani.

C.     Studi Kasus (Irigasi Subak di Bali)
Subak merupakan suatu badan yang mempunyai hak otonomi untuk mengatur dirinya secara luas. Antara lain subak mempunyai hak untuk membentuk pengurus, mengatur keuangan, membuat peraturan, melaksanakan sanksi terhadap pelanggaran anggotanya, tanpa campur tangan pihak luar, dan yang terpenting ialah menjaga ketertiban dan kesejahteraan para anggotanya.
Fungsi dan kewajiban subak yang sangat penting ialah mengatur pembagian air bagi para anggotanya, agar masing-masing anggota memperoleh bagian air yang cukup dan seadil-adilnya. Dengan demikian kesejahteraan semua anggota merupakan tujuan pokok subak. Begitu juga subak wajib memelihara sumber-sumber air, khususnya sumber air yang memberikan air kepadanya. Subak berkewajiban mengatur jenis padi yang harus ditanam (baru belakangan ini), menetapkan waktu penyiapan lahan, penaburan benih, dan penanaman padi, serta mengatur pergiliran tanah.
Dalam rangka peningkatan produksi padi, pada tahun 1961 subak pernah ditunjuk oleh pemerintah sebagai proyek pelaksana SSBM (swasembada bahan makanan). Pada tahun 1964 subak dijadikan proyek pelaksana Demas (demonstrasi massa) dan selanjutnya dijadikan proyek pelaksana Bimas (bimbingan masa) sampai sekarang. Pada masa kini, ada subak yang telah berfungsi sebagai badan perkreditan, yang meminjamkan uang pada para anggotanya dengan bunga rendah. Subak berkewajiban membuat dan memelihara jalan-jalan subak atau jalan desa yang sekaligus berfungsi sebagai jalan subak, sehingga komunikasi menjadi lancar.
Disamping kegiatan-kegiatan intern, subak merupakan suatu organisasi yang boleh bergerak keluar, antara lain ia dapat berhubungan dengan pemerintah, umpamanya dalam hal mengajukan usul-usul kepada pemerintah daerah yang menyangkut hal peningkatan kemajuan subak. Sebaliknya subak dapat pula menjadi perantara antara pemerintah dan petani dalam hal menyampaikan perintah-perintahnya, memajukan/ menyampaikan penyuluhan, lebih-lebih pada masa kini, yang menuntut agar teknologi baru di bidang pertanian harus segera diterapkan. Sebagai misal, dalam penggunaan varietas unggul, insektisida dan pupuk di masa belakangan ini, peranan terlihat dengan sangat jelas. Dengan demikian subak merupakan jembatan yang efektif dalam melaksanakan modernisasi pertanian dari pihak pemerintah (dinas pertanian, dinas koperasi, dan lain-lain) kepada para petani di desa-desa di Bali.
Dalam bidang ekonomi subak mempunyai tugas untuk menjamin peningkatan produksi padi. Dalam bidang rohani, subak berfungsi melaksanakan upacara-upacara keagamaan yang berhubungan dengan persubakan. Dalam bidang sosial subak berkewajiban membina dan meningkatkan kerja sama yang erat antara para anggotanya, antara subak-subak dan para petani dan pemerintah. Bila ada perselisihan mengenai antaranggota, subak berkewajiban untuk menyelesaikan dengan bijaksana. Dalam hubungan kerja sama dengan pemerintah, subak menjadi alat bantu untuk memungut Ipeda (Iuran Pembangunan Daerah).
Subak merupakan suatu organisasi yang otonom. Penggunaan air dari sungai untuk kepentingan sawah-sawah di suatu subak harus mendapat ijin dari pemerintah. Kerap kali pemerintah membantu subak dengan jalan membuat bendungan atau memberi dalam bentuk uang, dan lain-lain. Apabila bendungan serta pemasukan air ke saluran subak dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum Seksi Pengairan. Pembuatan dan pemeliharaan saluran-saluran subak hingga air masuk ke petak sawah petani merupakan tanggung jawab subak.
Kebebasan subak untuk mengantar pengairan diperolehnya sejak jaman raja-raja dahulu dan dilanjutkan hingga masa kini. Di jaman pendudukan Jepang kebebasan tersebut lenyap karena tekanan-tekanan pemerintah Jepang waktu itu. Semua gerak hidup penduduk pada masa itu diarahkan pada kepentingan perang.
Dalam melaksanakan tugasnya, subak mengkoordinasikan setiap gerak anggota guna mencapai sasaran yang tepat, yaitu pembagian air yang cukup dan adil. Peranan organisasi dan pengurus subak menjadi sangat penting.
Pemegang kekuasaan tertinggi dalam organisasi subak adalah sedahan agung. Ia pegawai negeri, berkedudukan di kantor bupati dan diangkat oleh bupati dengan tugas:
a)      Mengatur pengairan dan persediaan air irigasi di wilayah kabupaten
b)      Memecahkan persoalan-persoalan yang timbul anatarsubak yang tidak sanggup diselesaikan oleh petugas bawahannya.
c)      Memungut pajak tanah.
d)     Menjadi penghubung antara subak-subak dan pemerintah untuk menetapkan tanggal pelaksanaan upacara-upacara untuk desa dan subak.
e)      Mengkoordinasi upacara adat yang berhubungan dengan subak di tingkat kabupaten.
Sedahan agung digaji oleh pemerintah dan umumnya tidak memperoleh tanah dan dana bukti (tanah bengkok di Jawa). Ia tidak mendapat bagian dari pajak tanah yang dipungutnya. Luas subak-subak di bawah pimpinan seorang sedahan agung berbeda di berbagai kabupaten, seperti ditunjukkan oleh daftar di bawah ini.
Dibawah sedahan terdapat pekaseh, ia bukan pegawai negeri. Ia dipilih dari dan oleh anggota subak dalam suatu rapat anggota. Syarat-syarat seseorang boleh dipilih menjadi pekaseh ialah:
a)      Harus merupakan anggota subak
b)      Dapat membaca dan menulis
c)      Bersedia memangku jabatan tersebut
d)     Tidak boleh merangkap jabatan lain di desa
e)      Memiliki keterampilan dan pengalaman dalam bertani
f)       Sudah dewasa dan mempunyai sifat-sifat kepemimpinan.
Pekaseh umumnya tidak mendapat tanah dana bukti, kecuali pekaseh di Kabupaten Badung. Luas tanah dana bukti untuk pekaseh di Kabupaten Badung itu tergantung dari luas wilayah pegangannya.
Pekaseh bukanlah nama umum yang berlaku diseluruh Bali. Di Kabupaten Buleleng disebut klian subak, yang hak dan kewajibannya sama dengan pekaseh ditempat lain. Di Kabupaten Bangli pekaseh disebut klian gde, yang hak dan kewajibannya sama dengan klian di kabupaten Buleleng atau pekaseh di tempat lain.
Pemilihan pekaseh4 dilakukan secara musyawarah. Rapat pemilihan diadakan antara pengurus dan anggota, yang sering dihadiri oleh sedahan dan kepala desa. Suara terbanyak menentukan pilihan. Umumnya tidak ada ketentuan mengenai lama masa jabatan seorang pekaseh. Selama ia jujur dan bekerja dengan baik, ia bisa tetap memangku jabatannya. Tetapi pada saat ini beberapa subak di Kabupaten Badung menetapkan masa jabatan lima tahun untuk pekaseh dan pengurus lainnya dari subak. Sesudah masa itu diadakan pemilihan pekaseh baru. Dalam pemilihan ini pekaseh lama dapat dipilih kembali.
Pada subak-subak kecil, pekaseh langsung membawahkan anggota subak. Pada subak-subak yang luas, wilayah subak dibagi lagi dalam bagian-bagian yang kecil, yang disebut tempek. Untuk tiap tempek dipilih seorang pemimpin dari anggota subak dalam tempek bersangkutan, yang disbeut klian tempek. Pengesahan jabatan klian tempek dilakukan oleh pekaseh. Klian tempek diadakan untuk memudahkan kepengurusan hal-hal yang menyangkut pengairan dan pertanaman padi di subak yang wilayahnya luas. Nama klian tempek ini pun nama umum di seluruh Bali. Di kabupaten Buleleng ia dinamakan klian banjaran, sedang di kabupaten tabanan ia disebut klian subak. Dengan demikian terdapat penggunaan istilah yang sama dengan pengertian yang berbeda, sehingga dapat membingungkan. Klian subak di kabupaten Buleleng berarti sama dengan pekaseh, sedang klian subak di Kabupaten Tabanan berarti klian tempek, suatu jabatan hierarki yang lebih rendah dari pekaseh.
Pada umumnya seorang pekaseh mempunyai beberapa orang pembantu. Jumlah dan macam pembantu ini tidaklah sama untuk semua kabupaten di Bali. Di Kabupaten Buleleng seorang pekaseh dibantu oleh : a) wakil pekaseh, b) klian banjaran (klian tempek di tempat lain, c) juru arah yang bertugas menyampaikan perintah dan pengumuman dari pekaseh kepada anggota subak, dan d) kesinoman yang bertugas sebagai pembantu umum. Di kabupaten Tabanan, selain pembantu-pembantu di atas, sering ada satu macam pembantu lagi, yaitu juru tibak, yang khusus bertugas membagi air. Di subak Tamblang/Pangkung Gondang di Kabupaten Jembrana, pembantu pekaseh lebih banyak lagi, yaitu a) wakil pekaseh, b) penulis, c) bendahara, d) juru arah (pembantu untuk menyampaikan berita dan perintah), dan e) pecelang atau petilik yang bertugas mengamankan jaringan irigasi dan pembagian air.
Klian tempek5 juga mempunyai seorang juru arah sebagai pembantunya, untuk menyampaikan berita dan perintah kepada para anggota.
Demikianlah digambarkan beberapa variasi pengurus subak. Mungkin sekali masih ada variasi-variasi lainnya , yang menggambarkan daya penyesuaian subak dengan lingkungan dan keperluannya, yang dimungkinkan oleh sifat otonom yang dimiliknya. Ada baiknya apabila variasi yang dibahas didepan digambarkan dalam bagan di bawah ini.

1 komentar:

  1. makasih atas materinya,cukup embantu mengerjakan tugas kuliah. :)

    BalasHapus