A. Pola Hubungan Petani dalam
Masyarakat
Manusia sebagai mahluk sosial yang
memiliki dimensi sosial yang kuat. Sejak jaman nenek moyang sampai sekarang
tidak ada manusia yang hidup sendiri. Jaman dahulu manusia hidup dalam
kelompok-kelompok kecil untuk bertahan hidup. Mereka memang kerap
berperang melawan kelompok lain namun dalam tubuh kelompok tersebut mereka
saling membangun kepercayaan melalui hubungan sosial. Kelompok yang
memiliki hubungan sosial yang kuat biasanya menjadi kelompok yang besar dan
kuat. Mereka harus berhubungan sosial bila ingin terus bertahan hidup, apabila
tidak berhubungan sosial maka mereka harus siap–siap disingkirkan.
Sifat
soliter bukan bagian dari manusia. Manusia membutuhkan orang lain dan cenderung
hidup berkelompok. Saat ini kita dapat melihatnya dari kelompok terkecil yaitu,
keluarga, RT (rukun tetangga), RW (rukun warga), Kecamatan, Kabupaten,
Provinsi, Negara, dan masyarakat internasional. Seorang petani mungkin masih
bisa hidup dengan memakan hasil panennya tetapi bagaimana kalau dia sakit
apakah dia masih bisa bertahan sendiri.
Hubungan
sosial tersebut menciptakan suatu kelompok/komunitas. Hubungan yang terus
menerus dalam komunitas tersebut lama kelamaan akan menciptakan suatu pola.
Pola hubungan inilah yang membuat setiap manusia mendapat bagiannya
sendiri–sendiri dalam komunitas.
Pertanian dalam arti luas berarti
segala kegiatan produksi yang berlandaskan pertumbuhan dari hewan dan tumbuhan.
Sedangkan petani adalah individu
yang melakukannya. Petani merupakan individu yang menjalankan usaha
pertanian. Di desa biasanya petani biasanya memiliki 3 tugas yang vital dalam
usaha pertaniannya. Pertama, petani sebagai penggarap lahan usahanya. Petani
biasa menggarap sendiri lahannya dan biasanya meminta bantuan masyarakat lain
saat akan menanam dan memanen. Kedua, petani sebagai manager mengatur kapan
waktu yang baik untuk menanam dan tentu juga memasarkan asil panennya. Ketiga,
petani sebagai manusia juga menjalani kehidupannya sehari-hari dalam
bermasyarakat.
Petani
adalah mahluk sosial yang dalam kehidupannya tidak dapat lepas dari manusia
lain. Petani juga memiliki keluarga, Dahulu sebagian besar petani, anggota
keluarganya juga ikut bertani meski bukan pekerjaan utamanya. Antara petani dan
keluarganya tersebut memiliki suatu pola hubungan yang saling mendukung.
Hubungan yang saling mendukung tersebut yang membuat keluarga petani hidup
dengan tentram. Pola hubungan yang saling mendukung seperti ini dari tahun ke
tahun sudah mulai berkurang kadarnya. Dapat dilihat saat ini petani mudah
drop/menyerah/strees menghadapi kesulitan hidup. Keluarga yang seharusnya
mendukung lebih fokus kepada pekerjaan mereka “mulai ada sikap antipati”. Hal
tersebut terjadi biasanya karena 2 faktor yaitu tidak terjadi/tidak
adanya kontak sosial dan interaksi sosial.
Di
desa–desa para petani menjunjung tinggi rasa persaudaraan. Itu terbukti dengan
semangat gotong royong yang kuat, pembuatan rumah yang tidak perlu menyewa
tukang bangunan, penanaman padi yang dilakukan secara beramai– ramai, panen
yang juga dilakukan secara beramai–ramai, bila ada hajatan “terdengar suara
sound yang keras” mereka langsung berbondong–bondong mengungkapkan rasa simpati
mereka. Hubungan antara petani satu dan yang lain sangat harmonis. Masalah
memang ada dalam masyarakat pertanian, sebagai contoh saat petani kesulitan air
dimusim kemarau mereka berebut mendapatkan jatah air, pertikaian antar kampung
lantaran rasa solidaritas tinggi tanpa dibarengi logika, dll.
Interaksi
lain yang membuat pola hubungan sosial adalah antara petani dengan pedagang.
Petani memperoleh benih, bibit, pembasmi hama, dan alat pertanian dari
pedagang. Pedagang memperoleh untung dari transaksi dengan petani. Antara
petani dengan pedagang memiliki pola hubungan yang saling bergantung karena petani
tidak memiliki waktu dan transportasi yang memadahi untuk membeli ke kota,
pedagangpun tidak dapat menjual barangnya bila petani membeli sendiri
kebutuhannya.
Petani
juga biasa menjual hasil panennya kepada pedagang atau biasa disebut tengkulak.
Hubungan antara petani dan tengkulak sudah wajar dan normal dilakukan di
desa–desa. Petani tidak ingin repot–repot menjemur dan menggiling padi. Mereka
lebih suka langsung menujualnya dan uangnya mereka belikan beras di pasar.
Pola
hubungan tersebut menciptakan suatu pekerjaan baru yaitu buruh jemur yang
banyak terdapat di penggilingan padi. Hubungan antara tengkulak denga petani
sebenarnya tidak terlalu kejam seperti yang ada di media massa. Petani
membutuhkan tengkulak demikian pula tengkulak membutuhkan petani.
Petani
memiliki hubungan yang sangat luas dengan masyarakat sekitarnya. Hubungan
tersebut terjadi karena petani sebagai pekerja, sebagai manajer, dan juga
sebagai warga masyarakat. Petani berhubungan dengan sesama petani, dengan
pedagang, dengan masyarakat sekitar, dengan kelompok tani, dan lain-lain.
A.
Petani Sebagai Warga
Sistem Sosial
Pada era
ini bertani tidak lagi hanya sekedar sebagai way of life, tetapi
sebagai usaha bisnis. Tujuan utamanya adalah mendapatkan keuntungan
sebanyak-banyaknya. Produktivitas pertanian yang melimpah tidak selalu seiring
dengan keuntungan yang besar. Bagi petani produksi yang melimpah bukan
segala-galanya, sebab yang utama bagi mereka adalah keuntungan yang nyata dari
usahataninya. Besar-kecilnya keuntungan, bahkan kerugian yang diderita, sangat
bergantung pada apa yang dilakukan petani selaku manajer usahataninya.
Banyak
petani yang mengambil keputusan hanya berdasarkan pengalaman atau tradisi. Jika
biasanya menanam padi, mereka akan menanam padi terus. Tidak pernah
dipertimbangkan menanam komoditas lain yang mungkin lebih besar keuntungannya.
Untuk bisa mengambil keputusan yang tepat/baik memang diperlukan banyak hal,
seperti pengalaman, alternatif lain; informasi, pengetahuan, wawasan,
keterampilan, keberanian. Mana yang tidak/kurang dimiliki petani itulah
defisiensi yang dialami petani.
Ada dua
macam perencanaan yang harus dilakukan petani, yaitu perencanaan sebagai
kultivator dan perencanaan sebagai manajer usahatani. Keduanya sebenarnya
saling berkaitan, namun perannya sebagai kultivator (tukang tani) umumnya sudah
baik. Jadi yang perlu dibahas adalah perannya sebagai manajer yang harus merencanakan
bisnis usahataninya.
B.
Struktur Perubahan
Masyarakat Petani
Struktur
sosial masyarakat terbagi berdasarkan luas kepemilikan lahan menjadi dua
golongan besar yaitu buruh tani dan pemilik tanah. Buruh tani mempunyai
kedudukan sosial yang paling bawah dengan aktivitas ekonomi yang terbatas pada
pengerahan tenaga buruh upahan kepada kaum pemilik tanah. Beberapa diantaranya
mencoba untuk melakukan kegiatan ekonomi lainnya, namun masih terbatas pada
jenis perdagangan kecil. Berbeda dengan kaum tuan tanah yang mempunyai kegiatan
ekonomi lebih bervariatif dan skala yang jauh lebih besar.
Perkembangan
struktur sosial masyarakat desa saat ini masih mengenal adanya dua strata
tersebut, namun kegiatan ekonomi yang ada telah berkembang sehingga
kesejahteraan buruh tani dapat lebih meningkat. Pola kemitraan yang sejajar
juga telah terbentuk antara buruh tani dan pemilik tanah.
Mata
pencaharian di bidang pertanian banyak dilakoni masyarakat pedesaan hampir di
seluruh wilayah Indonesia. Sangat menarik jika membahas tentang bagaimana
masyarakat desa dalam berinteraksi sosial dengan lingkungannya. Setiap desa
memiliki karakter dan kebutuhan yang berbeda, ditambah lagi dengan adat dan
norma yang berbeda disetiap desa.
Dalam masyarakat
pertanian pedesaan ternyata tidak lepas dari perubahan struktur sosial
kemasyarakatan. Pembahasan mengenai struktur sosial yang dikemukakan oleh Ralph
Linton ada dua konsep, yaitu status dan peran. Status merupakan sekumpulan hak
dan kewajiban, sedangkan peran adalah aspek dinamis dari sebuah status.
Menurutnya seseorang menjalankan perannya ketika ia menjalankan hak dan kewajiban
yang merupakan statusnya. Selain itu ia juga membedakan pembagian status
antara Ascrribed status (status yang diperoleh sejak lahir)
dan achieved status (status yang diraih selama hidup). Konsep
ini menunjukkan bahwa dalam suatu struktur sosial terdapat ketidaksamaan posisi
sosial antar individu. Sedangkan Max Weber mengatakan bahwa suatu masyarakat
terbagi dalam stratifikasi yaitu kelas, status, dan kekuasaan.
Di era
globalisasi ini berbekal informasi dan teknologi serta dikarenakan pula
tuntutan kehidupan yang semakin penuh dengan tantangan mengakibatkan banyaknya
terjadi mobilitas masyarakat desa, sehingga mengakibatkan perubahan struktur
sosial dari waktu kewaktu, sistem sosial-budaya dalam keluarga dan lingkungan,
pendidikan, serta pengalaman masyarakat desa itu sendiri yang akan mempengaruhi
persepsi dan pola pikir khususnya petani sehingga berpengaruh pada perilaku
petani.
Contohnya
di beberapa pedesaan, meski pertanian masih menjadi karakteristik
masyarakatnya. Tetapi penampilan fisik di masyarakat pedesaan tersebut sudah
tidak lagi dapat dilihat atau di identifikasikan dari pakaian, rumah, dan
sebagainya.
Selanjutnya
kelas sosial para petani desa posisinya terkadang bisa sangat statis tetapi
juga tidak menutup kemungkinan untuk dinamis sehingga ia dapat berubah sesuai
dengan konteks, dan sesuai dengan fungsi atau peranannya dalam masyarakat.
Artinya mobilitas tidak hanya terjadi pada tataran lokasi atau ruang wilayah
masyarakat tetapi juga pada tataran kelas social masyarakat. Mobilitas atau
pergerakan ini juga memperlihatkan kepada kita bagaimana transformasi bentuk
atau model tradisional ke modern telah mempengaruhi perubahan sosial termasuk
perubahan kelas dan status dalam masyarakat desa. Perubahan masyarakat terhadap
model produksi dari pertanian kemigrasi membawa transformasi pada bentuk
tradisional ke modern, mempengaruhi struktur kelas sosial dan dinamika
perubahan atau pergantian kelas semakin banyak terjadi pada kalangan masyarakat
di desa.
Buruh
tani yang menempati tingkatan paling rendah dalam lapisan masyarakat membawa
konsekuensi bahwa kedudukan mereka tidak akan hilang. Mereka merasa tidak perlu
berupaya mempertahankan kedudukannya tersebut, karena suatu yang mustahil
mereka akan jatuh dari kedudukan sosialnya. Akibat dari kedudukan sosial yang
mereka miliki, rasa ketenteraman yang mereka alami sangat berbeda dengan
perasaan kaum pemilik tanah. Perasaan ini memunculkan nilai “nrimo ing
pandum” sehingga rasa berserah diri kepada nasib sangatlah besar pada diri
buruh tani. Keadaan ini menyebabkan timbulnya ketegangan sosial apabila
terdapat tindakan-tindakan yang berasal dari luar untuk merubah nasib mereka.
Sebagian
besar petani di Indonesia telah mampu mengembangkan pertanian dengan pola
modern mengikuti tuntutan teknologi budidaya pertanian. Selain itu, pasar
komoditas pertanian di desa pun cukup berkembang. Banyak hasil-hasil pertanian
yang di ekspor keluar negeri dan sebagian juga untuk memenuhi kebutuhan pasar
dalam negeri. Pada masa kemerdekaan hingga 1980-an, sebagian besar petani menjual
produksinya ke pasar-pasar tradisional. Sayur yang akan dijual dimasukkan
begitu saja ke dalam karung, tidak dikemas dengan baik dan para petani hanya
tahu menanam, sehingga mereka lebih sering merugi karena mendapatkan harga
sayur yang jatuh di musim panen. Oleh karena itu, sebagian penduduk kampung
tidak bisa hidup sejahtera dan sebagian termasuk kedalam ekonomi rendah. Rumah
mereka yang berdinding anyaman bambu tampak kumuh dan reot. Penyakit menular
menjangkiti penduduk karena lingkungan yang tidak sehat. Kandang ternak
menempel langsung pada rumah-rumah penduduk, yang seharusnya kandang-kandang
ternak itu ditempatkan agak jauh atau diberi jarak dengan rumah- rumah warga
agar kesehatan lingkungan pun terjaga dan ini dapat mengurangi tingkat berkembangnya
penyakit.
Melalui
kelompok-kelompok para petani berhasil memikat generasi muda untuk bekerja di
bidang pertanian. Dari mulai generasi muda yang hidupnya tidak teratur, dengan
adanya konsep pengelompokan tersebut, mereka, para generasi muda bisa lebih
terarah kea rah yang positif, contohnya pemuda pencandu narkoba dan penderita
gangguan jiwa pun dilibatkan dan diberi pengarahan dalam bidang pengelompokan
tersebut. Hingga kini, setiap tahun sekitar 30 remaja berhasil dididik sebagai
petani.
C.
Studi Kasus (Irigasi Subak di Bali)
Subak merupakan suatu
badan yang mempunyai hak otonomi untuk mengatur dirinya secara luas. Antara
lain subak mempunyai hak untuk membentuk pengurus, mengatur keuangan, membuat peraturan, melaksanakan
sanksi terhadap pelanggaran anggotanya, tanpa campur tangan pihak luar, dan
yang terpenting ialah menjaga ketertiban dan kesejahteraan para anggotanya.
Fungsi dan kewajiban
subak yang sangat penting ialah mengatur pembagian air bagi para anggotanya,
agar masing-masing anggota memperoleh bagian air yang cukup dan seadil-adilnya.
Dengan demikian kesejahteraan semua anggota merupakan tujuan pokok subak.
Begitu juga subak wajib memelihara sumber-sumber air, khususnya sumber air yang
memberikan air kepadanya. Subak berkewajiban mengatur jenis padi yang harus
ditanam (baru belakangan ini), menetapkan waktu penyiapan lahan, penaburan
benih, dan penanaman padi, serta mengatur pergiliran tanah.
Dalam rangka
peningkatan produksi padi, pada tahun 1961 subak pernah ditunjuk oleh
pemerintah sebagai proyek pelaksana SSBM (swasembada bahan makanan). Pada tahun
1964 subak dijadikan proyek pelaksana Demas (demonstrasi massa) dan selanjutnya dijadikan proyek
pelaksana Bimas (bimbingan masa) sampai sekarang. Pada masa kini, ada subak
yang telah berfungsi sebagai badan perkreditan, yang meminjamkan uang pada para
anggotanya dengan bunga rendah. Subak berkewajiban membuat dan memelihara
jalan-jalan subak atau jalan desa yang sekaligus berfungsi sebagai jalan subak,
sehingga komunikasi menjadi lancar.
Disamping
kegiatan-kegiatan intern, subak merupakan suatu organisasi yang boleh bergerak
keluar, antara lain ia dapat berhubungan dengan pemerintah, umpamanya dalam hal
mengajukan usul-usul kepada pemerintah daerah yang menyangkut hal peningkatan
kemajuan subak. Sebaliknya subak dapat pula menjadi perantara antara pemerintah
dan petani dalam hal menyampaikan perintah-perintahnya, memajukan/ menyampaikan
penyuluhan, lebih-lebih pada masa kini, yang menuntut agar teknologi baru di
bidang pertanian harus segera diterapkan. Sebagai misal, dalam penggunaan
varietas unggul,
insektisida dan pupuk di masa belakangan
ini, peranan terlihat dengan sangat jelas. Dengan demikian subak merupakan
jembatan yang efektif dalam melaksanakan modernisasi pertanian dari pihak
pemerintah (dinas pertanian, dinas koperasi, dan lain-lain) kepada para petani
di desa-desa di Bali.
Dalam bidang ekonomi
subak mempunyai tugas untuk menjamin peningkatan produksi padi. Dalam bidang
rohani, subak berfungsi melaksanakan upacara-upacara keagamaan yang berhubungan
dengan persubakan. Dalam bidang sosial subak berkewajiban membina dan
meningkatkan kerja sama yang erat antara para anggotanya, antara subak-subak
dan para petani dan pemerintah. Bila ada perselisihan mengenai antaranggota,
subak berkewajiban untuk menyelesaikan dengan bijaksana. Dalam hubungan kerja
sama dengan pemerintah, subak menjadi alat bantu untuk memungut Ipeda (Iuran
Pembangunan Daerah).
Subak merupakan suatu
organisasi yang otonom. Penggunaan air dari sungai untuk kepentingan sawah-sawah
di suatu subak harus mendapat ijin dari pemerintah. Kerap kali pemerintah
membantu subak dengan jalan membuat bendungan atau memberi dalam bentuk uang, dan lain-lain.
Apabila bendungan serta pemasukan air ke saluran subak dilakukan oleh Dinas
Pekerjaan Umum Seksi Pengairan. Pembuatan dan pemeliharaan saluran-saluran
subak hingga air masuk ke petak sawah petani merupakan tanggung jawab subak.
Kebebasan subak untuk
mengantar pengairan diperolehnya sejak jaman raja-raja dahulu dan dilanjutkan
hingga masa kini. Di jaman pendudukan Jepang kebebasan tersebut lenyap karena
tekanan-tekanan pemerintah Jepang waktu itu. Semua gerak hidup penduduk pada
masa itu diarahkan pada kepentingan perang.
Dalam melaksanakan
tugasnya, subak mengkoordinasikan setiap gerak anggota guna mencapai sasaran
yang tepat, yaitu pembagian air yang cukup dan adil. Peranan organisasi dan
pengurus subak menjadi sangat penting.
Pemegang kekuasaan
tertinggi dalam organisasi subak adalah sedahan
agung. Ia pegawai negeri, berkedudukan di kantor bupati dan diangkat oleh
bupati dengan tugas:
a) Mengatur
pengairan dan persediaan air irigasi di wilayah kabupaten
b) Memecahkan
persoalan-persoalan yang timbul anatarsubak yang tidak sanggup diselesaikan
oleh petugas bawahannya.
c) Memungut
pajak tanah.
d) Menjadi
penghubung antara subak-subak dan pemerintah untuk menetapkan tanggal
pelaksanaan upacara-upacara untuk desa dan subak.
e) Mengkoordinasi
upacara adat yang berhubungan dengan subak di tingkat kabupaten.
Sedahan
agung digaji oleh pemerintah dan umumnya tidak memperoleh
tanah dan dana bukti (tanah bengkok
di Jawa). Ia tidak mendapat bagian dari pajak tanah yang dipungutnya. Luas
subak-subak di bawah pimpinan seorang sedahan
agung berbeda di berbagai kabupaten, seperti ditunjukkan oleh daftar di
bawah ini.
Dibawah
sedahan terdapat pekaseh, ia bukan pegawai negeri. Ia dipilih dari dan oleh anggota
subak dalam suatu rapat anggota. Syarat-syarat seseorang boleh dipilih menjadi
pekaseh ialah:
a) Harus
merupakan anggota subak
b) Dapat
membaca dan menulis
c) Bersedia
memangku jabatan tersebut
d) Tidak
boleh merangkap jabatan lain di desa
e) Memiliki
keterampilan dan pengalaman dalam bertani
f) Sudah
dewasa dan mempunyai sifat-sifat kepemimpinan.
Pekaseh
umumnya tidak mendapat tanah dana bukti,
kecuali pekaseh di Kabupaten Badung.
Luas tanah dana bukti untuk pekaseh di Kabupaten Badung itu
tergantung dari luas wilayah pegangannya.
Pekaseh
bukanlah nama umum yang berlaku diseluruh Bali. Di Kabupaten Buleleng disebut klian subak, yang hak dan kewajibannya
sama dengan pekaseh ditempat lain. Di
Kabupaten Bangli pekaseh disebut klian gde, yang hak dan kewajibannya
sama dengan klian di kabupaten
Buleleng atau pekaseh di tempat lain.
Pemilihan
pekaseh4 dilakukan secara musyawarah. Rapat
pemilihan diadakan antara pengurus dan anggota, yang sering dihadiri oleh sedahan dan kepala desa. Suara terbanyak
menentukan pilihan. Umumnya tidak ada ketentuan mengenai lama masa jabatan
seorang pekaseh. Selama ia jujur dan
bekerja dengan baik, ia bisa tetap memangku jabatannya. Tetapi pada saat ini
beberapa subak di Kabupaten Badung menetapkan masa jabatan lima tahun untuk pekaseh dan pengurus lainnya dari subak.
Sesudah masa itu diadakan pemilihan pekaseh
baru. Dalam pemilihan ini pekaseh
lama dapat dipilih kembali.
Pada
subak-subak kecil, pekaseh langsung
membawahkan anggota subak. Pada subak-subak yang luas, wilayah subak dibagi
lagi dalam bagian-bagian yang kecil, yang disebut tempek. Untuk tiap tempek
dipilih seorang pemimpin dari anggota subak dalam tempek bersangkutan, yang disbeut klian tempek. Pengesahan jabatan klian tempek dilakukan oleh pekaseh.
Klian tempek diadakan untuk
memudahkan kepengurusan hal-hal yang menyangkut pengairan dan pertanaman padi
di subak yang wilayahnya luas. Nama klian
tempek ini pun nama umum di seluruh Bali. Di kabupaten Buleleng ia
dinamakan klian banjaran, sedang di
kabupaten tabanan ia disebut klian subak.
Dengan demikian terdapat penggunaan istilah yang sama dengan pengertian yang
berbeda, sehingga dapat membingungkan. Klian
subak di kabupaten Buleleng berarti sama dengan pekaseh, sedang klian subak
di Kabupaten Tabanan berarti klian tempek,
suatu jabatan hierarki yang lebih rendah dari pekaseh.
Pada
umumnya seorang pekaseh mempunyai
beberapa orang pembantu. Jumlah dan macam pembantu ini tidaklah sama untuk
semua kabupaten di Bali. Di Kabupaten Buleleng seorang pekaseh dibantu oleh : a) wakil pekaseh,
b) klian banjaran (klian tempek di
tempat lain, c) juru arah yang
bertugas menyampaikan perintah dan pengumuman dari pekaseh kepada anggota subak, dan d) kesinoman yang bertugas sebagai pembantu umum. Di kabupaten
Tabanan, selain pembantu-pembantu di atas, sering ada satu macam pembantu lagi,
yaitu juru tibak, yang khusus
bertugas membagi air. Di subak Tamblang/Pangkung Gondang di Kabupaten Jembrana,
pembantu pekaseh lebih banyak lagi,
yaitu a) wakil pekaseh, b) penulis,
c) bendahara, d) juru
arah (pembantu untuk
menyampaikan berita dan perintah), dan e) pecelang atau petilik yang bertugas mengamankan jaringan irigasi dan pembagian
air.
Klian tempek5 juga mempunyai seorang juru arah sebagai pembantunya, untuk
menyampaikan berita dan perintah kepada para anggota.
Demikianlah
digambarkan beberapa variasi pengurus subak. Mungkin sekali masih ada
variasi-variasi lainnya , yang menggambarkan daya penyesuaian subak dengan
lingkungan dan keperluannya, yang dimungkinkan oleh sifat otonom yang
dimiliknya. Ada baiknya apabila variasi yang dibahas didepan digambarkan dalam
bagan di bawah ini.
makasih atas materinya,cukup embantu mengerjakan tugas kuliah. :)
BalasHapus