BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Sosiologi
Pertanian menurut Ultrich Planck adalah sosiologi yang membahas fenomena sosial
dalam bidang ekonomi pertanian. Sosiologi memusatkan hampir semua perhatian
pada petani dan permasalahan hidup petani. Ruang lingkup sosiologi pertanian
meliputi objek sosiologi pedesaan dan objek sosiologi pertanian. Objek
sosiologi pedesaan adalah seluruh penduduk di pedesaan yang terus-menerus atau
sementara tinggal disana (masyarakat pedesaan atau pertanian yang dilihat dari
sudut pandang hubungan antar manusia dan proses yang timbul dari hubungan
manusia didalam masyarakat). Objek sosiologi pertanian meliputi keseluruan
penduduk yang bertani tanpa memperhatikan janis tempat tinggalnya. Tema utama
sosiologi pertanian adalah UU pertanian, organisasi sosial pertanian (struktur
pertanian), usaha pertanian, dan masalah sosial pertanian.
Di dalam
Sosiologi Pertanian dipelajari berbagai aspek interaksi sosial terutama yang
berhubungan dengan pola interaksi masyarakat petani. Aspek-aspek itu
diantaranya adalah masyarakat petani di Indonesia, stratifikasi sosial,
kepemilikan lahan, kelompok tani, dan pengolahan hasil pertanian. Kelima aspek
tersebut tentunya sangat berpengaruh pada cara bercocok tanam di suatu daerah.
Misalnya adalah bila lahan yang diolah adalah tegal maka tentunya tanaman yang
ditanam adalah jagung. Berikut juga kelompok tani di daerah tersebut. Kemungkinan
besar adalah jagung merupakan komoditi terbesar dari desa tersebut.
Besarnya luas
lahan pertanian merupakan tolak ukur tingkat stratifikasi sosial. Berikut pula
pekerjaan utama bertani atau pekerjaan lain. Kadang kala orang yang pekerjaan
utamanya bukan petani enggan ikut ke dalam kelompok tani karena mereka merasa
tanah yang diolahnya sempit dan hanya sebagai pengisi waktu luang saja. Oleh
karena itu aspek-aspek sosiologi ini menentukan bagaimana kedudukan desa
tersebut.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1
Bagaimana pengetahuan petani tentang
cara bercocok tanam di sawah ataupun tegal di Kecamatan Wagir, Malang?
1.2.2
Bagaimana lembaga atau pranata sosial
yang terkait dengan usaha tani di Kecamatan Wagir, Malang?
1.2.3
Bagaimana perubahan sosial masyarakat
dalam lembaga yang terkait dalam usaha tani di Kecamatan Wagir, Malang?
1.3 Tujuan
1.3.1
Mengetahui cara bercocok tanam petani Wagir
baik di sawah maupun tegal.
1.3.2
Mengetahui lembaga atau pranata sosial
yang terkait dengan usaha tani di Kecamatan Wagir, Malang.
1.3.3
Mengetahui perubahan sosial masyarakat
dalam lembaga yang terkait dalam usaha tani di Kecamatan Wagir, Malang.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Masyarakat Pedesaan di
Indonesia
Pada
umumnya petani di Jawa menggarap tiga macam lahan, yaitu: (1) kebun kecil di sekitar rumahnya; (2) tanah pertanian
kering yang digarap dengan menetap, tetapi tanpa irigasi, dan (3) tanah
pertanian basah yang diirigasi.
Di tanah pertanian
kering, yang di Jawa biasanya disebut tegalan, petani-petani menanam
serangkaian tanaman yang kebanyakan dijual di pasar atau kepada tengkulak.
Tanaman itu adalah antara lain jagung, kacang kedelai, berbagai jenis kacang,
tembakau, singkong, umbi-umbian. Berbeda dengan tanah pertanian basah yang
diirigasi yang pada umumnya ditanami padi.
Dalam pertanian di
Jawa, sistem gotong-royong biasanya hanya dilakukan untuk pekerjaan yang
meliputi perbaikan pematang dan saluran air, mencangkul dan membajak, menanam
dan membersihkan sawah dari tumbuh-tumbuhan liar (matun).Untuk pekerjaan
memotong padi dipergunakan tenaga buruh tani wanita dan anak-anak yang diberi
upah. Di banyak daerah pedesaan di Jawa sistem gotong-royong dalam lapangan
bercocok-tanam juga berkurang, dan diganti dengan sistem memburuh. Upah untuk
membayar tenaga buruh dapat berupa (i) upah secara adat dan (ii) upah berupa
uang.
Laju
pertumbuhan penduduk yang sangat cepat itu, terutama di Jawa memang merupakan
sebab utama dari proses makin kecilnya usaha tani secara rata-rata. Fragmentasi
yang sifatnya ekstrim seperti itu terjadi karena petani pemiliknya membagi-bagi
tanahnya untuk digarap oleh sejumlah petani lain dengan berbagai macam cara. Di
antaranya ada cara yang paling tradisional, yaitu ketiga adat bagi-hasil: maro,
mertelu dan merpat. Pada adat maro, petani yang menggarap
tanah akan menerima separuh dari hasilnya, dan pajak tanah ditanggung oleh
pemiliknya, sedangkan biaya produksi oleh si penggarap. Pada adat mertelu, perjanjian
pembagian hasil adalah duapertiga bagi si pemilik tanah dan sepertiga bagi
penggarap, dan mengenai biaya-biayanya perjanjiannya adalah sama seperti pada
adat maro. Pada adat merpat, pemilik tanah memperoleh
tigaperempat bagian tetapi harus membayar pajak tanah dan menanggung sebagian
dari biaya produksi, dan penggarap hanya menerima seperempat bagian dari hasil,
dan membayar sisa dari biaya produksi. Yang termasuk biaya produksi adalah
pembelian bibit dan pupuk. Penggarap juga menanggung biaya untuk membayar
tenaga buruh dan untuk menyewa alat-alat pertanian seperti bajak dan alat
penggaru serta hewan untuk menariknya. Dengan meningkatnya jumlah petani yang
tidak memiliki tanah, merpat sekarang menjadi adat bagi-hasil yang
paling lazim di Jawa, sedangkan adat maro sekarang hanya dilaksanakan
antara para petani yang masih ada hubungan kerabat dekat, misalnya antara ayah
dan anak-anaknya atau antara saudara-saudara sekandung.
Walaupun penduduk desa
biasanya terlibat dalam sektor pertanian, dalam tiap komunitas desa di seluruh
Indonesia sudah jelas banyak terdapat sumber mata pencaharian hidup yang lain.
Penduduk desa pada umumnya juga terlibat dalam bermacam-macam pekerjaan di
luar sektor pertanian, dan mengerjakan kedua sektor tersebut pada waktu yang
bersamaan, sebagai pekerjaan primer dan sekunder. Tetapi banyak pula desa-desa,
terutama di Jawa, di mana sebagian besar penduduknya bekerja diluar sektor pertanian
(Koentjaraningrat, 2011: 14).
2.2 Pengambilan Keputusan Bercocoktanam
Secara garis besar ditemukan paling sedikit ada
empat jenis pengaruh yang mendasari keputusan petani dalam pengelolaan lahan. Keempat
jenis pengaruh itu adalah (1) pengaruh ekonomis, (2) pengaruh ekologis, (3)
pengaruh sosial, dan (4) pengaruh kultural. Pengaruh ekonomis mencakup
rangsangan yang hadir dalam wujud variabel-variabel ekonomi, seperti fluktuasi
harga, akses pasar, modal (material, tenaga kerja dan waktu), dan kebutuhan
ekonomi rumah tangga. Pengaruh ekologis meliputi kualitas tanah, topografi
lahan, dan perilaku tanaman. Pengaruh sosial meliputi status sosial dan
hubungan-hubungan sosial. Pengaruh kultural mencakup pengetahuan, kepercayaan
dan nilai-nilai budaya yang terkait dalam pengelolaan lahan hutan (Zulkifli
Lubis, 1997: 2).
2.3 Rintangan-rintangan
Mental dalam Membangun Ekonomi di Indonesia
Faktor-faktor mental
adalah pengetahuan mengenai sistem nilai budaya atau cultural value system dan
mengenai sikap atau attitudes.Kedua hal itu menyebabkan timbulnya
pola-pola cara berfikir tertentu pada warga suatu masyarakat dan sebaliknya
pola-pola cara berpikir inilah yang mempengaruhi tindakan-tindakan dan kelakuan
mereka, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam hal membuat
keputusan-keputusan yang penting dalam hidup.
Sistem nilai budaya itu
merupakan suatu rangkaian dari konsepsi-konsepsi abstrak yang hidup dalam alam
pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat, mengenai apa yang harus
dianggap penting dan berharga, tetapi juga mengenai apa yang dianggap remeh dan
tak berharga dalam hidup. Dengan demikian sistem nilai budaya itu juga berfungsi
sebagai suatu pedoman tapi juga sebagai pendorong kelakuan manusia dalam hidup,
sehingga berfungsi juga sebagai suatu sistem tata kelakuan; malahan sebagai
salah satu sistem tata kelakuan yang tertinggi di antara yang lain, seperti
hukum adat, aturan sopan santun dan sebagainya. Biasanya suatu sistem nilai
budaya yang tertentu telah berkembang sejak lama, mencapai suatu kemantapan dan
hidup langsung dari angkatan ke angkatan. Di dalam fungsinya sebagai pedoman
kelakuan dan tata kelakuan, maka sama halnya dengan hukum misalnya, suatu
sistem nilai budaya itu seolah-olah berada di luar dan di atas diri individu
dalam masyarakat yang bersangkutan. Pada individu sejak kecil telah diresapi
dengan nilai-nilai budaya dari masyarakatnya, sehingga konsepsi-konsepsi itu
telah menjadi berakar dalam mentalitet mereka dan sukar untuk diganti dengan
nilai-nilai budaya yang lain dalam waktu yang singkat.
Tabel 2.1 Kerangka Kluckhon mengenai Lima Masalah Hidup yang
Menentukan Orientasi Nilai Budaya Manusia.
Masalah Hidup
|
Orientasi Nilai Budaya
|
||
Hakikat dan sifat
hidup
|
Hidup itu buruk
|
Hidup itu baik
hidup itu buruk
|
Tetapi harus diper-baiki
|
Hakikat karya
|
Karya itu untuk
hidup
|
Karya itu untuk
kedudukan
|
Karya itu untuk
menambah karya
|
Hakikat kedudukan
manusia dalam
ruang
|
Masa lalu
|
Masa kini
|
Masa depan
|
Hakikat hubungan
manusia dengan
alam
|
Tunduk terhadap
alam
|
Mencari keselarasan dengan alam
|
Menguasai alam
|
Hakikat hubungan
manusia dengan
manusia
|
Memandang
tokoh-tokoh
atasan
|
Mementingkan
rasa ketergantungan kepada sesamanya (berjiwa gotongroyong)
|
Mementingkan
rasa tak tergantung
kepada sesamanya
(berjiwa
individualis)
|
Karena sebagian besar dari rakyat Indonesia adalah rakyat petani
sejak berabad-abad lamanya, maka tak mengherankan bahwa cara berpikir yang
paling asli itu adalah seperti cara berpikir rakyat petani. Serupa beberapa
ahli antropologi, terutama R. Redfield, kami mengganggap petani atau peasant
itu, rakyat pedesaan, yang hidup dari pertanian dengan teknologi lama,
tetapi yang merasakan diri bagian bawah dari suatu kebudayaan yang lebih besar,
dengan suatu bagian atas yang dianggap lebih halus dan beradab di
dalam masyarakat kota. Sistem ekonomi dalam masyarakat petani itu berdasarkan
pertanian (bercocok tanam, peternakan, atau perikanan) yang menghasilkan pangan
dengan teknologi yang sederhana dan dengan kesatuan-kesatuan produksi yang
tidak berspesialisasi. Adapun watak dari petani yang hidup dalam masyarakat
pedesaan itu, menurut para ahli dari abad ke-19 yang lalu, dijiwai oleh maksud
serba rela, atau wesenwille dalam pergaulan (Tonnies,
1887); sedangkan menurut ahli seperti Boeke, orang petani tidak suka bekerja,
bersifat statis, tak mempunyai inisiatif, dan hanya suka membebek saja kepada
orang-orang tinggi dari kota (Koentjaraningrat, 2011: 1—4).
2.4 Stratifikasi Sosial
Komunitas desa
tampaknya terdiri dari lima golongan masyarakat yang menempati tiga
lapisan pokok yaitu :
1.
Golongan pejabat dan kelompok
profesional di lapisan atas;
2.
Golongan alim ulama,golongan pegawai dan golongan pedagang di
lapisan menengah;
3.
Golongan buruh di lapisan bawah.
Dilihat dari
segi ekonomi dalam masyarakat desa pada umumnya terdapat tiga lapisan
masyarakat yaitu :
1.
Lapisan ekonomi mampu, terdiri dari para
pejabat penting pemerintah setempat, para dokter, para insinyur dan
kelompok-kelompok profesional lainnya.
2.
Lapisan ekonomi menengah yang terdiri
dari alim ulama,
pegawai, kelompok wirausaha.
3. Lapisan
ekonomi miskin yang terdiri dari para buruh tani, buruh bangunan, buruh pabrik, dan
buruh-buruh sejenis yang tidak tetap (Mochtar Buchori Dan Wiladi Budiharga,
2011: 1).
2.5
Pemilikan Tanah dan Diferensiasi Masyarakat Desa
Para pemilik tanah yang
luas mengusahakan sawahnya dengan menggunakan tenaga buruh tani atau
membiarkannya digarap orang lain menurut sistem bagi hasil ngedok. (Terdapat
kecenderungan bahwa apabila ditanami tebu bisanya diusahakan pemiliknya sendiri
dengan menggunakan tenaga buruh tani, sedang apabila ditanami padi atau jagung
digarap pengedok.Hal ini mungkin
bersangkutan dengan kenyataan bahwa tanaman komersial utama di desa ini adalah
tebu, sedangkan sebagian kecil dari padi atau jagung dijual ke luar). Lagi pula
mereka menyewa tanah orang lain untuk memperluas usaha pertanianya, dan pada
musim panen tebu mereka berusaha sebagai penebas atau pedagang tebu sehingga
mendapat banyak keuntungan juga dari usaha perdagangan ini. Lapisan teratas
masyarakat desa ini betul merupakan kelas petani komersial.
Penduduk desa yang
tidak memiliki sawah atau hanya memiliki sawah yang sempit sekali, mereka
bekerja sebagai buruh tani atau menggarap sawah orang lain sebagai pengedok. Di bawah sistem bagi hasil ini
bagian penggarap hanya ¼ dari seluruh hasilnya, sedangkan sarana produksi
ditanggung pemilik tanah.Kepengusahaan penggarap tanah sangat tergantungkepada
pihak pemiliknya.Perluasan sistem bagi hasil ini mungkin disebabkan oleh
besarnya polarisasi luas pemilikan sawah di daerah ini.Berlainan dengan
persewaan tanah, jangka waktu kontrak sistem bagi hasil ini biasanya tidak
terbatas.Banyak sekali pengedok yang
sudah lama sekali (kadang-kadang lebih dari 20 tahun) mengerjakan tanah
tertentu yang dimiliki orang yang tertentu.Di antara buruh tani juga ternyata
banyak yang selalu bekerja di bawah pemilik sawah yang tertentu.Hal ini
terlihat terutama pada pemilik sawah yang luas dan tetangga-tetangga miskinnya.
Dapat dipastikan bahwa hubungan antara pemilik dan pengedok atau antara majikan dan buruh tani tersebut merupakan
hubungan kelas yang bersifat hubunga antara “bapak” dan “pendukung” (patron-client relationship), walaupun
dalam perasaan penduduk sendiri hubungan ini kadang-kadang dianggap sebagai
hubungan tolong-menolong (gotong-royong) di antara mereka yang sama
kedudukannya.
Berdasarkan pemikiran tersebut dapat
disimpulkan bahwa diferensiasi kedudukan sosial ekonomi di antara penduduk desa
ini sangat jelas dan hal ini berhubungan erat dengan polarisasi luas pemilikan
tanah (Hiroyoshi Kano, 2011: 11).
2.6
Kerjasama dan Struktur Desa
Masyarakat desa dapat dibagi ke dalam
kelompok-kelompok: kelompok buruh tani dan kelompok petani bebas. Ada dua
prinsip yang saling melengkapi yang membagi masyarakat ke dalam dua kelompok sosial
yang pada dasarnya berbeda. Kedua prinsip itu adalah di satu pihak “mengabdi”
dan di lain pihak “memerintah” atau “memperabdi”. Dalam hubungan ini, kata-kata
mengabdi digunakan dalam pengertian “menyerah” atau “menyerahkan diri” kepada
seseorang yang memberikan perintah dan suruhan, memberikan pekerjaan, mempunyai
orang lain untuk melayaninya, dan dalam beberapa keadaan memberikan
perlindungan (Anomyous, 2011: 2).
1.
Buruh tani
Sebagai akibat
dari “pengabdiannya” atau posisinya yang lebih rendah, maka buruh tani bukanlah
orang yang bebas.Ia tidak mempunyai alat materi atau kecerdasan untuk menjadi
bebas. Dalam suatu masyarakat pedesaan, ini berarti bahwa ia sama sekali tidak
mempunyai tanah atau tidak mempunyai cukup tanah yang berkualitas baik guna memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pokoknya. Tetapi hal itu juga berarti bahwa ia tidak
mempunyai latar belakang kecerdasan yang diperlukan untuk mengurus suatu usaha
pertanian.
2.
Petani tidak tetap
Anggota sub-bagian kedua dari buruh pertanian, yaitu
para petani tidak tetap memiliki tanah yang luasnya berada antara seperempat acre sampai dua setengah acre, tetapi pada umumnya mereka
memiliki kurang dari satu seperempat acre.Pendapatan yang diperoleh dari
sebidang tanah yang dikerjakan itu tidak cukup untuk memberi makan satu
keluarga sepanjang tahun, dan sebagai tenaga buruh, dan juga melakukan
perdagangan kecil-kecilan dan yang sepertinya, untuk menyambung nafas
mereka.Seperti buruh tani yang sesungguhnya, petani tidak tetap juga sering
menanam tanaman sampingan atas dasar maro (bagi hasil) di atas tanah-tanah di
mana kentang dan kubis telah dipungut para pemiliknya.
3.
Petani bebas kecil
Kelompok itu
memperlihatkan tanda-tanda kemakmuran tertentu.Mereka terlibat dalam
perdagangan dalam ukuran yang sedikit lebih besar dibandingkan dengan kedua
kelompok buruh tani itu.
4. Tuan
tanah
besar
Kelompok
ini adalah kelompok tani terkaya karena pada umumnya memiliki lahan yang sangat
luas, dan mereka sepenuhnya membayar orang untuk mengusahakan lahannya.
2.7
Irigasi
HIPPA
(Himpunan Petani Pemakai Air) merupakan himpunan dari petani atau kelompok tani
dan pengguna air lainnya yang mengelola air irigasi dan jaringan irigas dalam
blok-blok tersier. GHIPPA adalah gabungan dari perkumpulan petani pemakai air
pada daerah blok sekunder atau satu daerah irigasi. Oleh karena itu
HIPPA/GHIPPA dan Poktan saling keterkaitan dimana petani angggota sebagai
pemakai air yang dikelola oleh HIPPA.
2.8
Kelembagaan Pendukung
Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat besar
dalam perekonomian nasional. Peran tersebut pada PJP I cukup dominan terutama
dalam hal sumbangan terhadap PDB, penyerapan tenaga kerja dan devisa negara. Sektor
agribisnis sebagai bentuk modern dari pertanian primer, mencakup paling sedikit
empat subsistem yaitu:
1.
Subsistem agribisnis hulu (Up-stream agribusiness), yaitu kegiatan
ekonomi yang menghasilkan (agroindustri hulu) dan perdagangan sarana produksi
pertanian primer (seperti industri pupuk, obat-obatan, bibit/ benih, alat dan
mesin pertanian, dll).
2.
Subsistem usaha tani (on farm agribusiness) disebut sebagai
sektor pertanian primer.
3.
Subsistem agribisnis hilir (down stream agribusiness) yaitu kegiatan
ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, beserta
kegiatan perdagangannya di pasar domestic internasional.
4.
Subsistem jasa layanan pendukung (supporting institution) seperti lembaga
keuangan dan pembiayaan, transportasi, penyuluhan, layanan informasi
agribisnis, penelitian dan sebagainya.
Dengan demikian sistem agribisnis merupakan suatu
sistem yang terdiri dari berbagai subsistem yaitu:
1)
Subsistem pengadaan atau penyaluran
sarana produksi, teknologi dan pengembangan sumberdaya manusia.
2)
Subsistem budidaya dan usaha tani
3)
Subsistem pengolahan hasil pertanian
atau agroindustri
4)
Subsistem pemasaran hasil pertanian
(Nasrun Hasibuan, 2011: 3—4).
2.9 Status Tanah
Fenomena yang menonjol pada masyarakat petani di pedesaan adalah
masalah yang selalu berkaitan dengan tanah.Konflik yang terjadi di pedesaan
pada umumnya melibatkan “sumber utama” ini, sebagai satu-satunya tempat
berpijak dan penentu hidup-matinya masyarakat pedesaan.
Dinamika masyarakat desa selalu menarik untuk
diamati, paling tidak dengan sandaran asumsi bahwa dinamika kehidupan mereka
tidak terlepas sama sekali dari dimensi konfliktual. Kecenderungan ini juga
dialami oleh struktur masyarakat pedesaan yang mata pencahariannya adalah
bertani.Betapun semula sistem sosialnya masih dianggap homogen, tetapi akibat
perubahan sosial stuktur petani di Indonesia mengalami pergeseran situasi dan
ekologis.
Perubahan itu juga ditandai oleh munculnya
pergeseran pemilikan tanah yang terpolarisasi dalam strata yang timpang,
perubahan status sosial dan pekerjaan.Dalam konteks yang lebih nyata, perubahan
itu pun mendorong munculnya dilemma hubungan antara petani dan tanah yang
berafinitas dengan munculnya protes atau konflik pertanahan (Moch. Nurhasim,
2011: 1).
2.10 Pasca Revolusi Hijau
Sejak pembangunan pertanian mulai digencarkan ke
daerah pedesaan pada tahun 1970-an. Terdapat dua pandangan yang bertolak
belakang satu sama lain dalam melihat bagaimana pembangunan pertanian
mempengaruhi perubahan sosial di pedesaan jawa. Pandangan pertama melihat
persebaran teknologi pertanian modern ke daerah pedesaan selama ini telah
meningkatkan jumlah buruh tani tak bertanah sehingga mendorong terjadinya
polarisasi sosial.Sebaliknya, pandangan kedua melihat persebaran teknologi
pertanian modern justru telah menghasilkan pemerataan ekonomi sehingga tidak
menimbulkan polarisasi.Melainkan justru memperbanyak subkelas petani dan
mendorong pelipatgandaan lapisan petani dalam struktur berspektrum kontinum
atau stratifikasi (Lambang Trijono, 2011: 1—2).
2.11 Perilaku Gerak Penduduk, Perubahan
Sosial dan Pembangunan
Kegiatan
pembangunan dapat mempengaruhi pola dan tingkat gerak penduduk.Sebaliknya gerak
penduduk mempengaruhi dan memperlancar serta mengakibatkan perubahan sosial
budaya dan ekonomi.Gerak penduduk dan pembangunan dapat berakibat bagi peningkatan
pendapatn dan kesejahteraan rumah tangga (M. Idrus Abustam, 2011: 1).
2.12 Globalisasi Pangan
Globalisasi mengandalkan dua mantra sakti yaitu
liberalisasi dan harmonisasi.Sebagai salah satu subsitemnya, globalisasi pangan
juga takluk pada dua mantar itu.Liberalisasi mewujud dalam keterbukaan
pasar.Semua hambatan dalam bentuk tarif dan regulasi dagang harus direduksi dan
bahkan dieliminasi demi terbukanya pasar bagi produk-produk impor (McMichael,
1994).
Selain memasukkan produk pangan yang diproduksi di
negara lain, liberalisasi pasar juga membuka peluang baru untuk terjadinya
pengambilalihan industry pangan lokal oleh perusahaan transnasional, demi
merebut konsumen yang setia pada merek-merek produk pangan lokal tertentu.
Kecenderungan ini telah berlangsung di berbagai Negara, termasuk Indonesia
Globalisasi
pangan memang berhasil menyumbang keragaman produk pangan. Namun pada saat yang
sama, globalisasi pertanian telah mengakibatkan erosi keragaman sumber pangan.
Erosi tersebut menuntut biaya ekonomi dan sosial.Cara-cara budi daya pertanian
yang diintroduksikan oleh korporasi cenderung hanya terfokus pada sejumlah
terbatas spesies hibrida dan belakangan transgenik, disertai penggunaan senyawa
agrokimia secara massif (Thrupp, 1998).
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Hasil Wawancara
3.1.1 Hasil Wawancara: Shylvi Agatha Ikarani NIM: 125040100111112
IDENTIFIKASI PETANI
Hasil wawancara Praktikum Sosiologi
Pertanian yang diadakan pada tanggal 8 Desember 2012 di desa Krobyokan RT 01 RW
08 Kecamatan Wagir, Malang di rumah tangga Bapak Sihap, ditemukan beberapa
hasil penelitian diantaranya tentang (1) Pengetahuan petani tentang cara
bercocok tanam dan tekhnologi pertanian, (2) Lembaga atau pranata sosial
terkait usaha tani, (3) Perubahan sosial dalam lembaga yang terkait dalam usaha
tani.
Bapak Sihap merupakan seorang yang
berumur 70 tahun, memiliki 8 orang anak dari seorang istri yang masih hidup bersamanya
hingga saat ini. Sekarang Bapak Sihap hanya tinggal bersama istri, lantara
kedelapan anaknya sudah memilikin rumah tangga sendiri dan salah seorang
anaknya membangun rumah tepat disebelah rumah Bapak Sihap.
Pendidikan terakhir Bapak Sihap adalah Sekolah Dasar,
itupun tidak lulus dikarenakan pada jaman dahulu sekolah merupakan suatu hal
yang langka dan sulit dijangkau oleh rakyat dengan taraf ekonomi menengah
kebawah. Selain itu kebudayaan di Jawa adalah pada saat musim tanam ataupun
pada saat panen raya, maka seluruh anggota keluarga ikut membantu, tak
terkecuali anak-anak.
Pekerjaan utama untuk memenuhi kebutuhan hidup adalah
sebagai kuli bangunan sedangkan pekerjaan sampingan adalah sebagai petani, hal
ini terjadi lantaran menurutnya penghasilan yang diperoleh dari menjadi kuli bangunan
lebih banyak jika dibandingkan dengan menjadi petani.
Bapak Sihap mulai bertani semenjak tahun 1980 dengan
luas lahan tegal yang dimiliki dan diusahakan sendiri seluas 60m2.
Bapak Sihap hanya memiliki lahan tegal, karena tanah didaerah terbebut merupakan
daerah tanah kering jadi tidak bisa untuk lahan irigasi atau untuk menanam padi.
Salain itu Bapak Sihap juga tidak memiliki hewan ternak (sapi, kambing, domba,
kerbau dan ayam).
KEBUDAYAAN PETANI
Dalam satu tahun biasanya lahan tegal
yang beliau miliki ditanami jagung sebanyak dua kali, yaitu antara bulan Maret
sampai dengan Agustus dan disela-sela penanaman jagung biasanya juga ditanam
kacang-kacang dan cabai. Selepas itu barulah ditanami ketela pohon. Terkadang
juga kembali menamam cabai dan kacang-kacangan.
Cara bercocok tanam jagung dimulai dari
pengolaan tanah yang masih sangat sederhana yaitu dengan menggunakan cangkul,
keterbatasan modal adalah salah satu penyebab Bapak Sihap tidak membeli sapi,
kerbau, ataupun traktor untuk proses pengolahan tanah.
Setelah tanah disiapkan, kemudian tanah dilubangi
sekitar 5cm dan dengan jarak per-lubang sekitar 30cm (agar pada saat jagung
tumbuh, jarak antara jagung yang satu dengan jagung yang lai. tidak bersinggungan
atau bertubrukan dan panen dapat maksimal), kemudian tanah diberi pupuk
kandang, yaitu sebanyak 30 sak. Cara ini biasa disebut dengan kaleng.
Setelah pengolahan
tanah selesai, lalu benih dimasukkan ke
dalam lubang yang telah disediakan sebelumnya. Yaitu sebanyak dua biji
per-lubang. Setelah benih dimasukkan ke dalam lubang, tahap selanjutnya adalah
lubang ditutup dengan tanah kembali atau biasa disebut dengan gulut. Dan langkah terakhir adalah proses
penggundukan tanah.
Benih yang biasa dipakai Bapak Sihap adalah Bisi-2,
namun yang dipakai bukanlah benih yang asli. Melainkan benih turunan bari
Bisi-2 yang biasanya dibudiyakan oleh petani yang sengaja menanam jagung untuk
diambil benihnya lalu dijual ke toko. Dalam satu kali produksi biasanya membutuhkan
benih sebanyak 2kg untuk luas lahan tegal sebesar 60m2.
Pemakaian benih turunan Bisi-2 maupun benih Bisi-2
yang asli umumnya tidak jauh berbeda dalam hasil panen. Perbedaanya adalah
benih Bisi-2 yang asli pada umumnya berat persatuan jagung hasil panen lebih
berat dibanding benih Bisi-2 turunan.
Pemupukan biasanya dilakukan tiga kali dalam satu
kali masa tanam. Pupuk yang biasa digunakan adalah pupuk kandang atau kompos,
phonska dan ZA. Pemupukan pertama dikerjakan pada awal musim tanam yaitu
sekitar umur dua minggu, pada pemupukan pertama biasanya hanya menggunakan
pupuk kandang. Pemupukan selanjutnya dilakukan pada bulan pertama dan bulan
kedua terhitung dari awal hari penanaman. Perbandingan pupuk yang digunakan
adalah 1:1:1 untuk setiap jenis pupuknya. Setelah pemupukan ketiga tidak akan
dilakukan pemupukan lagi dan hanya tinggal menunngu saat musim panen.
Jenis hama dan penyakit tanaman yang biasa ditemukan
pada tanaman jagung dilahan tegal milik Bapak Sihap, diantaranya adalah
jangkrik, embuk, tikus, dan ulat. Seperti hal nya para petani lain, untuk
memberantas hama dan penyakit tanaman tersebut cara yang paling mujarab adalah
dengan menggunakan pestisida kimia dengan rincian: pemberantasan embuk dengan menggunakan
furadan dengan dosis 2sdm/14lt, jangkrik menggunakan klopindo, ulat menggunakan
ripcord dengan masing-masing takaran 2 tutup botol/14lt dan tikus menggunakan
postpit atau timax dengan penggunakan sepadan dengan jumlah populasi tikus.
Untuk menentukan apakah jagung sudah siap dipanen
atau belum berpatokan pada umur jagung, biasanya jagung dipanen pada umum tiga
bulan lebih sepuluh hari. Sedangkan untuk menentukan cabai dan kacang-kacangan
biasanya dilihat dari warna buahnya. Apakah sudah siap panen atau belum.
Pemanenan dilakukan hanya dengan menggunakan alat
seadanya, yaitu dengan menggunakan sabit. Setelah proses pemanenan biasanya
jagung-jagung tersebut dijemur dahulu hingga kering. Bila sudah ada pedagang
ataupun tengkulak yang datang, maka jagung akan langsung dijual. Namun apabila
tidak ada, maka jagung disimpan dahulu didalam karung hingga ada tengkulak
maupun pedagang yang datang.
Pengetahuan bercocok tanam jagung diperoleh Bapak
Sihap dari tetangga sekitar rumahnya, yaitu hanya dengan cara melihat dan
kemudian langsung mempraktekkannya (otodidak). Tanpa ada campur tangan oleh
Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) ataupun dari pihak-pihak swasta seperti PT.
Dupo, PT. Sygenta, dan PT. Bayer. Karena beliau tidak pernah mau mengikuti
penyuluhan.
Selama 32 tahun terhitung dari tahun 1980, Bapak
Sihap tidak pernah merubah cara bercocoktanamnya. Hal ini dikarenakan Bapak
Sihap merasa apa yang dia kerjakan sudah benar, hasil produksinya banyak dan
tanah yang diolahnya sampai sekarang masih subur.
LEMBAGA/PRANATA SOSIAL TERKAIT
DENGAN USAHA TANI
Status tanah yang diusahakaan oleh Bapak Sihap
adalah miliknya sendiri dan dibeli sekitar tahun 1980-an saat dia masih mulai
belajar menjadi seorang petani. Karena Bapak Sihap sepenuhnya mengusahakan
sendiri tegalnya, maka hasil panen sepenuhnya adalah haknya.
Tabel 3.1 Penggunakan Benih, Pupuk dan Pestisida
No.
|
Jenis
|
Varietas/satuan
|
Diperoleh
dari
|
1.
|
Benih
|
Jagung
@Bisi-2/2kg
|
Beli
kontan dari toko dengan harga Rp 25.000,00/kg
|
Kacang-kacangan
|
Dibuat
atau dari hasil panen sendiri
|
||
Cabai
|
Dibuat
atau dari hasil panen sendiri
|
||
Ketela
pohon
|
Dibuat
atau dari hasil panen sendiri
|
||
2.
|
ZA
|
Satu
sak @50kg
|
Beli
kontan dari toko dengan harga Rp 75.000,00/sak
|
3.
|
Phonska
|
Satu
sak @50kg
|
Beli
kontan dari toko dengan harga Rp 115.000,00/sak
|
4.
|
Kompos
|
Sembilan
puluh sak @1kg/sak
|
Beli
kontan dari toko dengan harga Rp 3.000,00/sak
|
5.
|
Pestisida
kimia
|
Decis
@50ml
|
Beli
kontan dari toko dengan harga Rp 12.000,00/botol
|
Ripcord
@50ml
|
Beli
kontan dari toko dengan harga Rp 10.000,00/botol
|
||
Furadan
@1kg
|
Beli
kontan dari toko dengan harga Rp 11.000,00/kg
|
||
Temix
dan postpit
|
Beli
kontan dari toko dengan harga Rp 1.000/bungkus
|
||
6.
|
ZPT
|
Atonik
@80ml
|
Beli
kontan dari toko dengan harga Rp 8.500/botol
|
Seperti yang tertulis dalam tabel
3.1 Bapak Sihap dalam usahatani jagung menggunakan benih Bisi-2 yang
diperolehnya dari toko dengan harga Rp 25.000,00/kg. Sedangkan untuk benih
kacang-kacangan, cabai, maupun ketela pohon, Bapak Sihap membuatnya sendiri
dari sebagian hasil panen sebelumnya. Yaitu untuk kacang panjang beliau
membiarkan beberapa buah tetap berada di dahannya hingga kering dalam waktu
beberapa hari. Setelah itu kemudian dijemur dan siap untuk menjadi benih.
Selanjutnya untuk penggunaan pupuk,
Bapak Sihap menggunakan pupuk ZA, Phonska, dan pupuk kandang yang kesemuanya
dibelinya di toko secara tunai dengan harga: ZA dan Phonska masing-masing
sebanyak satu sak (50 kg). Untuk satu sak ZA dibeli seharga Rp 75.000,00 dan
untuk Phonska dibeli dengan harga Rp 115.000,00. Lalu untuk pupuk kandang
membeli 90 sak seharga Rp 3.000,00/sak.
Sementara untuk pertisida kimia,
Bapak Sihap membelinya sesuai dengan kebutuhan (hama dan penyakit tanaman yang
ada di tegalnya). Semuanya di beli kontan di toko. Untuk perincian biaya adalah
sebagai berikut: Decis à Rp 12.000,00/botol, Ripcord à
Rp 10.000,00/botol, Furadan à Rp 11.000/kg, Temix dan Postpit à
Rp 1.000/kemasan. Untuk memberantas hama dan penyakit tanaman ini Bapak Sihap
enggan menggunakan pestisida yang organik lantaran beliau tidak mau bersusah
payah untuk membuatnya.
Selain kesemuanya tersebut, Bapak
Sihap juga menggunakan ZPT (Zat Pengatur Tumbuh) untuk tanaman jagungnya. Ia
membeli di toko dengan kontan yaitu seharga Rp 8.500,00/botol. ZPT yang biasa
digunakan adalah Atonik.
Dalam kegiatan usahatani jagung
mulai dari proses pengolahan lahan, membuat persemaian, menanam, menyiang,
memupuk, mengendalikan hama dan penyakit tanaman, hingga proses pemanenan,
Bapak Sihap melakukannya sendiri tanpa dibantu oleh buruh tani atau semacamnya.
Mungkin sesekali hanya dibantu oleh istrinya. Selepas itu dia mengerjakan
sendiri. Keputusan ini diambil karena luas lahan tegal yang beliau miliki hanya
sekitar 60m2 sehingga memungkinkan untuk diolah sendiri. Selain itu
adalah untuk memangkas biaya produksi dan pengisi waktu luangnya.
Hasil panen jagung pada setiap
musim selalu dijual kepada KUD ataupun pedagang yang mendatanginya. Hasil panen
tersebut umumnya tidak diolah terlebih dahulu, lantaran tidak adanya pelatihan
tentang peningkatan nilai ekonomi dari jagung, selain itu juga tidak
tersedianya alat, kalaupun diolah hanyalah sebatas pada pejemuran jagung dan
didipisahkan dari kulitnya atau biasa disebut dengan klobot.
Seluruh hasil panen jagung pada
setiap musim biasanya dijual kepada KUD dan pedagang. Sesekali hasil panen
tersebut ditebaskan kepada seorang pedagang. Lain halnya dengan
kacang-kacangan, cabai, dan ketela pohon, hasil panennya selalu dikonsumsi
sendiri.
Penentuan harga hasil pertanian
berupa jagung ini dipegang kendali oleh pedagang. Umumnya para pedagang
tersebut membeli dengan harga Rp 3.000,00/kg. Cara pembayaran yang dilakukan
oleh pihak pembeli adalah kontan dimuka. Artinya adalah ketika barang sudah ada
maka uang akan langsung beralih ketangan petani. Begitu juga bila yang membeli
hasil panen tersebut adalah penebas.
Kendati di desa Krobyokan RT 01 RW
08 Kecamatan Wagir, Malang ini terdapat beberapa kelompok tani dan HIPPA, namun
hal ini tidak menjamin bahwa seluruh petani yang ada didaerah tersebut adalah anggota.
Terbukti bahwa Bapak Sihap mengatakan bahwa di desa ini tidak terdapat kelompok
tani. Faktanya adalah di desa ini
terdapat beberapa kelompok tani yang salah satunya diketuai oleh Bapak
Rani. Itu menjadi bukti kelompok tani belumlah menjadi suatu kebutuhan yang
fital.
Selama menjalankan usahatani, Bapak
Sihap tidak pernah membutuhkan modal dari luar rumah tangganya. Perekonomian di
keluarga ini dapat dikatakan baik. Terbukti dari bentuk bangunan rumah dan alat
elektronik yang dimiliki.
Menurut pengamatan dan pengalaman
Bapak Sihap selama menjadi petani, tidak pernah ada perubahan dalam hal:
perkembangan sewa-menyewa lahan dan bagi hasil, lembaga penyediaan sarana
produksi pertanian, cara atau sistem pengadaan tenaga kerja untuk usahatani,
lembaga pengelolaan dan pemasaran hasil pertanian, perkembangan kelompok tani
maupun HIPPA ataupun lembaga kredit untuk usahatani.
3.1.2
Hasil Wawancara: Windasari Widya N. NIM:
125040100111098
IDENTIFIKASI PETANI
Berdasarkan hasil wawancara yang saya lakukan pada hari sabtu, 08
Desember 2012 di dusun Krobyokan desa Njedong
Kecamatan Wagir RT 03 RW 03 no 2 . Petani yang saya wawancarai bernama
Bapak Rani, beliau berusia
42 tahun.Tingkat pendidikan formal beliau sampai SMP atau bisa dikatakan beliau merupakan tamatan SMP.
Pekerjaan utama beliau adalah petani. Tetapi beliau juga memiliki pekerjaan sampingan yaitu sebagai penggiling
jagung. Karena beliau memiliki alat penggilingan jagung sendiri dan bapak Rani
mengusahakan alat penggilingannya tersebut.
Sejak
tahun 1987 beliau sudah membantu orang tuanya utuk bercocok tanam di sawah maupun ladang tetapi
sekitar tahun 1994 beliau mulai aktif dalam bertani. Sehingga bisa dikatakan bapak Rani sudah memahami seluk
beluk tentang bertani sejak kecil karena beliau sudah 25 tahun bekerja di
dibidang ini. Bapak Rani memiliki
enam anggota keluarga yang terdiri dari ibu, istri, dua anak, dan satu anak angkat.
Berdasarkan hasil wawancara
yang saya lakukan pada hari sabtu di ketahui bahwa bapak Rani memiliki lahan
sawah seluas 2500 m2 dan memiliki lahan tegalan seluas 3000 m2. Selain memiliki lahan sawah dan tegalan bapak
Rani juga memiliki
hewan ternak untuk di pelihara yaitu kambing empat ekor, ayam lima ekor, dan
entok 30 ekor. Rumah bapak Rani
sangat sederhana, meskipun rumah beliau sudah di tembok.
KEBUDAYAAN PETANI
Bapak Rani biasanya menanami sawah atau tegalannya
dengan tanaman padi, jagung, dan kacang-kacangan.Tetapi beliau lebih sering menanam tanaman padi dan
jagung saja. Bapak Rani menanam tanaman tersebut tergantung dengan modal, bibit yang
ada, kebutuhan pangan keluarganya, dan cuaca yang sedang terjadi.
Tanaman
jagung mulai di tanam oleh bapak
Rani sekitar bulan ke tiga dan akan di panen oleh bapak Rani pada bulan ke tujuh sedangkan tanaman padi akan di tanam pada bulan pertama dan akan di panen oleh bapak Rani pada bulan ke tiga. Bapak Rani menanam jenis
tanaman seperti padi dan
jagung karena
kebutuhan pangan akan keluarganya dan kondisi lahan yang mendukung untuk di
tanami tanaman
seperti padi dan jagung.
Ada beberapa hal
yang perlu dilakukan sebelum lahan di tanami adalah dengan membajak lahan
tersebut. Pengolahan tanah yang dilakukan oleh bapak Rani adalah dengan cara menggunakan alat mesin atau biasa di sebut traktor atau bajak. Cara pengolahan lahan yang dilakukan oleh bapak Rani
tersebut ketika tanaman sudah dipanen maka sisi dari panenan di bersikan
terlebih dahulu dari lahan tersebut sehingga tidak ada sisi panen yang ada di
lahan tersebut. Setelah itu lahan tersebut di beri air agar pada saat membajak tidak
terlalu berat dan lahan tersebut sudah siap untuk di bajak.
Kegunaan dari membajak adalah untuk membalik tanah,
menggemburkan tanah,
dan untuk meratakan tanah.
Agar kandungan unsur hara yang ada di tanah bisa merata
ke semua lahan.
Setelah penyiapan
lahan Bapak Rani mempersiapan penyemain, penyemaian dilakukan pada saat sebelum pasca panen sehingga pada saat panen lahan akan di tanami tanaman lagi.
Kemudian Bapak Rani menyiapkan tempat persemaian untuk menyemai padi beliau
membutuhkan seperempat petak sawah untuk menyemai benih padi. Jarak antara tanam benih padi sekitar 30 cm dan
dalam satu lubang terdapat satu sampai tiga benih jika benih tersebut tergolong bibit unggul sedangkan untuk bibit yang biasa sekitar
satu sampai lima benih per lubang. Sehingga ketika benih yang satu tidak tumbuh benih lain
akan tumbuh. Benih padi yang
dibutuhkan untuk 2500 m2 sekitar 12-15 kg. Sedangkan untuk tanaman
jagung Bapak Rani membutuhkan tempat sedikit untuk tempat penyemaian
jagung.
Lahan yang ada di sela-sela tanaman jangung di buat untuk
tempat penyemaian. Tanah yang ada kemudian di cangkul gangan bentuk lubangan setelah itu
di setiap
lubang di beri benih sekitar dua
sampai tiga benih jagung.
Jarak tanam jagung lebih lebar dari pada tanaman padi
karena tanaman jagung memiliki ukuran batang dan daun yang lebih panjang.
Benih yang dibutuhkan untuk 3000 m2 lahan sekitar 5 kg benih jagung. Umur persemaian tanaman jagung maupun padi sekitar
25 hari sampai satu bulan tergantung kondisi dari persemaian. Jika bibit tersebut sudah siap untuk di tanam di lahan
maka tanaman padi maupun jagung siap untuk di pindahkan.
Kondisi air yang di butuhankan untuk persemaian
harus cukup. Karena jika
kekurangan air maka bibit tersebut lama kelamaan akan mati.
Bapak Rani biasa memberi pupuk untuk tanamannya dengan jenis pupuk kandang yaitu sekitar satu pick up, urea 100 kg, dan phonska 5
kg pemberian pupuk di lakukan 3 kali dari awal penanaman sampai panen. Penyiangan tanaman di
lakukan satu kali dalam sehari dengan menggunakan tenaga orang. Sehingga dalam
hal ini tenaga manusia sangat di butuhkan. Untuk sawah dengan tanaman padi sistem perairannya di genangi
sedangkan untuk sawah atau
ladang yang di tanami jangung lahannya di keringkan. Karena pada tanaman jagung
tidak terlalu banyak memerlukan air sehingga lahannya tidak di airi secara
terus-menerus. Karena jika terlalu banyak air tanaman jagung akan mati.
Dalam bertani Bapak Rani sering terganggu dengan
hama yang ada pada
tanaman jagung atau padi miliknya.
Karena serangan hama tersebut dapat menurunkan kualitas
dari padi atau jagung. Hama yang
terdapat di lahan Bapak Rani adalah hama tikus dan belalang. Jika kondisi hama
semakin banyak Bapak Rani baru menggunaka peptisida sedangkan ketika hama tidak
banyak Bapak Rani tidak menggunakan peptisida. Dalam menggunakan pestisida
Bapak Rani tidak sembarang menggunakannya karena Bapak Rani melihat kondisi
hama yang ada. Pestisida yang di gunakan adalah pestisida matador dan pestisida
tanaman. Penggunaan pestisida 1 kg di campur dengan pemupukan dan disemprotkan ke semua tanaman yang sedang terserang
hama.
Pemanenan dilakukan
ketika
padi maupun jagung sudah menguning selanjutnya
di lakukan perontokan. Perontokan padi maupun jagung menggunakan sabit. Setelah
itu padi maupun jagung dipisahkan dari batangnya dan kemudian di bersihkan dari tanaman liar maupun kotoran dan kemudian di jemur agar hasil panen tidak rusak dan tidak terdapat kutu.
Setelah itu hasil panen di masukkan ke dalam karung dan di simpan di kamar kecil
atau gudang.
Bapak Rani memperoleh cara bercocok tanam dari
Penyuluh Pertanian Lapang (PPL). Penyuluh memberikan informasi tentang bagaimana cara bercocok tanam yang baik. Cara penyuluh
tersebut dengan datang
dan membantu para petani. Sehingga petani paham bagaiman cara bertani yang baik
dengan mendapatkan hasil yang berkualitas. Sehingga dengan cara ini penyuluhan tentang bercocok
tanam dapat efektif. Karena para penyuluh terjun langsung ke petani sehingga
para petani juga dapat mengetahui permasalahan yang ada dalam pertanian.
Selain itu petani juga lebih jelas dan paham.
Cara budidaya tanaman dari dulu sampai sekarang telah mengalami perubahan. Perubahan itu dapat terlihat dengan penggunaan taktor dan
hasil dari pertanian yang mengalami peningkatan.
Cara
bertani Bapak Rani mulai berubah sekitar tahun 2000 hal ini terjadi karena
adanya penyuluh yang sering mensosialisasikan cara bertani yang baik dan hasil
yang di dapat juga lebih meningkat. Karena Hasil yang di dapat sangat memuaskan sehingga sampai sekarang Bapak Rani masih
menggunakan cara yang diberikan oleh
penyuluh.
LEMBAGA/PRANATA SOSIAL TERKAIT
DENGAN USAHA TANI
Status lahan
yang di miliki oleh bapak
Rani merupakan tanah warisan
yang di berikan dari orang tua beliau. Lahan tersebut di berikan kepada belia pada tahun 2001.
Sehingga sekarang ini lahan tersebut merupakan milik Bapak Rani
sendiri.
Dalam pemilihan benih padi Bapak Rani menggunakan jenis
ciherang sebanyak 12—15 kg karena
menurut beliau jenis ciherang menghasilkan panen yang bagus dan beras tersebut
rasanya juga enak sedangkan untuk jagung menggunakan jenis
bisi-2 jenis ini akan menghasilkan
jagung yang bermutu dan tongkolnya juga besar. Bapak Rani
mendapatkan bibit tersebut dari bantuan pemerintah. Bapak Rani biasanya mendapatkan bibit dari pemerintah
sebesar padi 20 kg dan jagung 10
kg. Tetapi bantuan ini tidak selalu
tetap tergantung dari bibit yang ada.
Dalam usaha bertani
bapak Rani menggunakan pupuk. Pupuk yang di gunakan juga bermacam–macam
yaitu urea, phonska, dan pupuk kandang. Untuk tanaman padi bapak Rani membutuhkan 100 kg pupuk sedangkan untuk tanaman jagung 200 kg. Untuk pupuk, bapak Rani membelinya secara kontan dari kios resmi pertanian
dengan harga Rp 92.000,00 per satu sak atau 50 kg. Phonska hanya di gunakan
untuk tanakan padi saja.
Tanamn padi memerlukan pupuk phonska sebesar 50 kg dan bapak Rani membelinya secara kontan dari kios resmi
pertanian dangan harga Rp 120.000,00 per satu sak atau 50 kg. Kemudian bapak Rani juga menggunakan pupuk
kandang,
pupuk kandang yang di butuhkan untuk tanaman padi sekitar 3 ton dan
jagung sekitar 1 ton. Pupuk kandang ini di buat oleh bapak Rani sendiri karena beliau memiliki
hewan ternak dan memanfaatkan kotoran hewan ternaknya untuk pupuk. Bapak Rani juga menggunakan
pestisida kimia.
Pada masa tanam beliau menggunakan tenaga kerja orang dari luar keluarga Bapak Rani alasan beliau karena tidak bisa mengerjakan sendiri hal ini dikarenakan waktu terbentur dengan
umur tanaman sehingga bapak
Rani memilih menggunakan tenaga kerja. Bapak Rani memberi upah buruh taninya sekitar Rp 25.000,00 per setengah hari.
Sehingga bapak Rani membutuhkan biaya tambahan untuk membayar upah buruh tani
tersebut.
Hasil penen
untuk tanaman padi sebagian besar
di
olah sendiri oleh bapak Rani
karena untuk kebutuhan pokok keluarganya. Untuk tanaman jagung beliau biasa mengolah terlebih
dahulu dalam bentuk nasi jagung atau dadar jagung.
Lembaga pemasaran pertanain sebagian kecil kurang dari 50 % di jual. Karena beliau
menanam jenis tanaman tersebut untuk kebutuhan pangan keluarganya. Sehingga ketika kebutuhan pangan keluarganya dirasa sudah cukup, jika ada kelebihan hasil panen maka
beliau baru menjual hasil panenya tersebut apabila penen beliau sedikit hasil panennya tidak di
jual.
Untuk tanam padi beliau menjual dalam bentuk gabah sehingga untuk padi ini beliau tidak mengolah terlebih
dahulu untuk di jual dan padi ini di jual ke tengkulak yang datang ke rumah maupun sawah miliknya.
Sedangkan untuk olahan jagung beliau menjualnya ke pedagang makanan. Dalam menentukan harga jual bapak Rani mencari informasi
terlebih dahulu kemudian ada tawar
menawar antara tengkulak dan bapak Rani. Tawar menawar dengan tengkulak biasanya di sepakati dengan harga Rp 3.000,00
sampai Rp 4.000.00 per kg. Pembayaran dilakukan jika ada uang ada barang
sehingga meminimalkan tidak kecurangan oleh tengkulak dan dapat merugikan bagi petani.
Di dusun Krebyokan desa Jedong juga terdapat kelompok tani atau
Gapoktan dengan ketuanya yaitu bapak Yudi. Bapak Rani merupakan anggota dari
kelompok tani yang di pimpin oleh
bapak Yudi. Kegiatan dalam kelompok tani adalah untuk peningkatan hasil produksi
panen yang ada di daerah tersebut dan untuk menciptakan rasa kekeluargaan yang erat.
Bapak Rani merupakan anggota
yang aktif
dalam pertemuan kelompok tani ini. Setiap
ada pertemuan bapak Rani mengusahakan untuk selalu datang
sehingga beliau bisa mengetahui perkembangan pertanian.
Pertemuan kelompok tani biasa di lakukan antara satu bulan atau tiga bulan
sekali. Hal ini terjadi
karena kesibukan dari masing-masing petani sehingga pertemuan ini tidak bisa di
lakukan secara intensif
Di desa ini terdapat
pula Himpunan Pemakai Air (HIPPA) ketua dari HIPPA adalah bapak Jamak. Bapak
Rani juga menjadi anggota dalam
HIPPA dan
beliau juga selalu aktif mengikuti pertemuan.
Kegiatan yang di lakukan HIPPA adalah mengatur giliran air untuk petak–patak
lahan yang ada. Pada musim kemarau pemakaian air digilir. Giliran penggunaan air ini sekitar setengah
hari dan ketika musim penghujan pemakain air tidak di gilir karena air yang tersedia sudah melimpah.
Manfaat yang di rasakan bapak Rani dengan adanya HIPPA adalah pada saat kemarau
tidak kekurangan air dan pembagiannya juga adil sehingga tidak ada yang dirugikan.
Dalam menjalankan usaha taninya bapak Rani pernah meminjam uang
dari bank BRI.
Bapak Rani memilih hal ini karena terbatasnya modal yang
di miliki sehingga beliau memilih meminjam uang dari bank.
Peminjaman uang dari bank dengan jangka
waktu pengembalian dua
tahun dan bunganya sekitar
1,2% sesui dengan kurs yang ada.
Ketika itu beliau
meminjam uang
ke bank sebesar Rp 10.000.000,00 setelah dua tahun beliau mengembalikan
pinjamannya sebesar Rp 12.400.000,00.
Sehingga bunga yang dikeluarkan bapak Rani untuk membayar
pinjamanya sebesar Rp 2.400.000,00. Sebenarnya hal ini merugikan bapak Rani
sendiri tetapi hal ini telah dipertimbangkan oleh beliau meskipun rugi tetapi
beliau bisa
mempunyai modal untuk keberlangsungan bertaninya.
PERUBAHAN SOSIAL
Terdapat perubahan dalam sistem pertanian di desa
tersebut. Perubahan itu
terlihat dari sistem sewa menyewa yang dulunya ada sekarang sudah jarang atau bahkan sudah tidak ada lagi.
Hal ini dikarenakan para petani
yang menyewa lahan
semakin rugi.
Karena biaya untuk menyawa lahan semakin mahal, pembelian
untuk pemeliharaan tanaman juga semakin mahal dan hasil yang di dapat tidak
sebanding dengan pengeluaran. Selain perubahan dalam sistem sewa menyewa terdapat
perubahan dalam mendapatkan benih atau bibit.
Benih atau bibit yang dulunya harus membeli sendiri
sekarang sudah mulai ada
bantuan dari pemerintah.
Sehingga dengan hal ini para petani diuntungkan jika tidak ada bantuan dari pemerintah mungkin banyak petani
yang sengsara karena sekarang ini bibit maupun benih harganya mulai naik. Sedangkan untuk pupuk bapak Rani masih membeli sendiri karena tidak ada bantuan dari pemerintah.
Sistem pengadaan tenaga kerja biasanya di pekerjakan setengah hari saja tidak sampai satu hari. Bapak Rani
menjual hasil pertaniannya kepada tengkulak yang datang. Perkembangan
Kelompok Tani atau HIPPA di
desa tersebut sekarang ini semakin maju perlahan-lahan meskipun perkembangannya tidak terlalu pesat.
Lembaga kredit atau keuangan untuk usaha tani menurut
bapak Rani di desa tersebut tidak ada lembaganya.
3.1.3 Hasil
Wawancara: Nila Alviya NIM: 125040100111083
DESKRISPI
KELUARGA PETANI
Berdasarkan wawancara yang telah kami
lakukan pada hari Sabtu, 8 Desember 2012 yang bertempat di Dusun Krobyokan Desa
Njedong Kecamatan Wagir Kabupaten Malang yang tepatnya di RT 01 RW 08 dengan
nama petani Bapak Salan yang sekarang usianya memasuki 53 tahun. Tingkat
pendidikan formal beliau hanya sampai tingkat sekolah dasar, beliau menyebutkan
tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dikarenakan
faktor ekonomi keluarga yang tergolong minim.
Pekerjaan utama Bapak Salan sebagai buruh bangunan. Selain
sebagai buruh bangunan beliau juga memiliki pekerjaan sampingan yaitu petani.
Lahan pertanian yang dimiliki berupa tegalan. Lahan ini didapatkan bapak Salan
dari warisan orang tuanya sekitar tahun 1985. Sejak saat itu bapak Salan
bekerja sebagai petani. Bapak Salan bekerja sebagai petani kurang lebih sejak
27 tahun yang lalu. Namun dari kecil beliau sudah membantu orang tuanya
mengurus pekerjaan di tegalan milik orang tuanya. Latar belakang keluarga
beliau bermata pencaharian sebagai petani. Dalam setahun beliau menanam tanaman
jagung.
Hasil panennya semua di jual hanya sebagian kecil yang di
konsumsi sendiri. Dari hasil bertani ini beliau dapat mencukupi kebutuhan
sehari-hari karena jika mengandalkan hasil dari pekerjaan menjadi buruh
bangunan selain upah yang diterima minim waktunya pun tidak bisa pasti setiap
hari, sedangkan beliau setiap hari harus mencukupi kebutuhan keluarganya
terlebih lagi untuk anak bungsunya yang saat ini sedang menempuh pendidikan di
sekolah menengah atas di sebuah sekolah negeri di kota Malang.
Jumlah anggota rumah tangga Bapak Salan ada 5 orang, yang
terdiri dari Bapak Salan, istrinya, dan 3 orang anak. Salah satu anak laki-laki
beliau telah bekerja di luar negeri tepatnya di Korea, dan setiap bulannya anak
laki-laki tersebut mengirimkan uang untuk membantu keluarga bapak Salan
mencukupi kebutuhan sehari-hari.
STATUS SOSIAL EKONOMI
Dalam kehidupan sehari-hari bapak Salan mengandalkan dari
hasil pertanian dan dari upahnya sebagai buruh bangunan. Beliau memiliki lahan
pertanian seluas 0,88 ha yang berupa tegalan. Luas lahan yang dimiliki beliau
mulai awal hingga sekarang tetap tidak ada perubahan, tidak berkurang ataupun
bertambah. Untuk urusan keuangan Bapak Salan tidak pernah sama sekali meminjam
dari bank atau koperasi atau lain sebagainya, beliau beralasan hubungan dengan
yang namanya bank atau lain sebagainya itu rumit, dan juga beliau takut tidak
dapat mengembalikan uang yang dipinjamnya Bapak Salan pun tidak menggarap lahan
tegalannya tersebut secara individu namun, beliau juga menggunakan jasa buruh
tani untuk membantunya mengolah lahan ataupun menyiangi lahan miliknya. Letak
tegalan tersebut tidak jauh dari tempat tinggal beliau. Saat itu saya tidak
sempat mendatangi langsung tegalan tersebut karena saat saya mewawancarai ke
rumah beliau sudah cukup malam.
Bapak Salan
mempunyai pekerjaan utama sebagai kuli bangunan dan pekerjaan sampingan sebagai
petani. Bapak Salan juga mempunyai hewan ternak yaitu 10 ekor ayam.
Sarana
transportasi yang dimiliki keluarga Bapak Salan antara lain sepeda ontel
(biasa) dan sepeda motor. Sepeda ontel yang dimiliki beliau sebanyak satu unit
dan sepeda motor yang dimiliki beliau sebanyak dua unit. Beliau tidak memiliki
sarana transportasi berupa mobil ataupun sejenisnya. Sarana komunikasi yang
dimiliki keluarga beliau adalah televisi, radio serta HP. Televisi yang
dimiliki beliau sebanyak satu unit, sedangkan radio milik beliau sebanyak satu
unit dan dua unit handphone. Keluarga beliau juga memiliki sarana komunikasi
berupa telepon rumah.
Kondisi rumah
yang beliau tinggali sekarang sederhana namun berkecukupan. Rumah tempat
tinggal Bapak Slamet saat ini luasnya sekitar 80 meter persegi dengan status
rumah milik pribadi. Jenis lantai rumah yang dipakai berupa keramik. Jenis
dinding rumah Bapak Salan berupa tembok serta genteng rumah beliau berupa
genteng biasa. Kedudukan beliau dalam masyarakat adalah sebagai masyarakat biasa.
Ketika masih ada kelompok tani di desa tersebut, bapak Salan menjadi salah satu
dari anggota kelompok tani tersebut.
KEBUDAYAAN
PETANI
Dari data yang
saya dapatkan usaha pertanian di tegalan Bapak Salan hanya menanami
tanaman jagung dan dalam satu tahun terakhir ini tegalannya di tanami tanaman
jagung, beliau memilih tanaman jagung karena di daerah tersebut umumumnya para
petani menanam jagung saja pada tegalannya, menurutnya tanaman jagung termasuk tanaman
yang mudah perawatannya. Sebenarnya ada beberapa kendala bagi beliau untuk
tidak memilih tanaman lain seperti padi, cabai, tomat yakni karena yang
pertama, kondisi lahan. Lahan di daerah tersebut sering kekurangan air. Warga
hanya mengandalkan tadah hujan untuk mengairi tegalnya, begitu juga pak Salan.
Beliau menanam jagung dengan varietas jagung yaitu jagung manis, beliau memilih
varietas ini karena kualitasnya yang baik. Beliau memilih pola tanam hanya
jagung dalam masa tanam satu tahun terakhir ini, beliau menyebutkan bahwa
tanaman yang umum ditanam di daerah Njedong ini adalah tanaman jagung.
Saat saya menanyakan, mengapa Bapak Salan memilih pola tanam
monokultur, sedangkan pola tanam polikultur atau tumpang sari memiliki hasil
yang lebih besar apabila dibandingkan dengan pola tanam yang saat ini beliau
terapkan pada pertanaman jagung di tegalan beliau. Beliau menjelaskan seperti
di awal tadi umumnya di daerah ini, tegalan
petani hanya di tanami tanaman jagung, selain itu apabila menggunakan
pola tanam tumpangsari, beliau harus mengeluarkan biaya yang lebih mahal, dan
juga perawatannya lebih rumit. Selain itu beliau dari dulu sampai sekarang
belum pernah mencoba pola tanam polikultur atau tumpang sari.
Berdasarkan hasil wawancara, bapak Salan mendapat
pengetahuan cara bercocok tanam dari keluarga/orang tuanya karena beliau biasa
membantu orang tuanya untuk bertani di tegalan sehingga secara otomatis
pengetahuan cara bercocok tanam dapat dikuasai bapak Salan.
Dan berdasarkan
penjelasan dari bapak salan, beliau masih menggunakan sistem pertanian
tradisional dalam menggarap tegalan miliknya, misalnya dalam membajak sawah
beliau masih menggunakan bajak yang menggunakan tenaga hewan seperti sapi atau
kerbau, dalam hal penyiangan pun beliau tetap menggunakan tangan, begitu juga
dalam hal pemanenan. Dalam hal pemanenan jagung beliau masih menggunakan sabit,
untuk mematahkan tangkai jagung.
Lahan pertanian
yang berupa tegalan milik bapak Salan sepanjang tahunnya hanya ditanami
monokultur dari jagung manis tanpa ada sela tanaman lainnya. Dan pada saat
fieldtrip ini dilakukan jagung yang beliau tanam memasuki usia pertengahan
sekitar 1,5 bulan. Jagung manis ini mulai ditanam pada akhir bulan Maret sampai
awal April.
Cara bercocok
tanam jagung mulai dari awal panen sampai panen atau pasca panen Bapak Salan
menggunakan cara sebagai tradisional yaitu sebagai berikut, pertama-tama
berawal dari pengolahan lahan yang diterapkan masih dengan cara tradisional yaitu
dengan cara dicangkul. Pak Salan memperoleh bibit jagung dengan membeli secara
pribadi di tempat penjualan bibit tanaman. Untuk jumlah benih diperkirakan 20—30kg/ha. Lubang tanam dengan kedalaman 3—5 cm, dan tiap lubang
hanya diisi 1 butir benih. Jarak tanam jagung disesuaikan dengan umur panennya,
semakin panjang umurnya jarak tanam semakin lebar.
Dan
kondisi lahan yang digunakan berupa lahan tadah hujan. Jenis pupuk yang
digunakan pak Salan adalah pupuk urea dicampur dengan pupuk ZA dengan
perbandingan 50:50, dan membutuhkan 2 kuintal pupuk yang diaplikasikan
sebanyak 2 kali dalam setiap musim
panen, , Pak salan membelinya secara
kontan dengan harga 9500/kg. Biasanya
pemupukan dilakukan pada umur 20 hari,
dan selanjutnya pada umur 50 hari.
Tabel
3.2 Penggunakan
Benih, Pupuk dan Pestisida
Jenis pupuk
|
Jumlah
|
Harga
|
ZA
|
2 kuintal.
|
Rp. 9.500/kg
|
Urea
|
2 kuintal.
|
Rp. 8.000/kg
|
Obat pembasmi hama
|
1 botol.
|
Rp. 12.000/botol
|
Penyiangan
dilakukan dua minggu sekali. Pak Salan melakukan penyiangan secara manual yaitu
dengan cara mencangkuli tanah dan gulma yang ada di sekitar tanaman jagung
tersebut. Yang penting dalam penyiangan ini tidak mengganggu perakaran tanaman
yang pada umur tersebut masih belum cukup kuat mencengkeram tanah. Hal ini
biasnaya setelah tanaman berumur 15 hari. Penyiangan dilakukan sebanyak 3
sampai 4 kali dalam setiap musim tanam.
Untuk
pengairannya beliau hanya mengandalkan air hujan saja, tanpa ada irigasi.
Ketika jagung sudah berusia 60 hari maka jagung sudah siap untuk dipanen,
proses pemanenan jagung dilakukan dengan
cara memotong batang tanaman jagung kemudian mengambil tongkolnya. Setelah
pemetikan selesai kemudian langsung dijual, karena biasanya para pembeli
langsung mendatangi rumah pak Salan untuk membeli jagung-jagung tersebut.
Menurut
keterangan dari bapak Salan, pada saat budidaya tanaman jagung tersebut, jenis
hama yang sering dijumpai adalah ulat, beliau membasmi hama tersebut dengan
menggunakan obat pembasmi hama, dengan jumlah satu botol untuk satu kali panen.
Bapak Salan mengatakan bahwa beliau mendapatkan
pengetahuan bercocok tanam dari orang tuanya. Pengetahuan tersebut didapat
karena sejak kecil beliau sering membantu orang tuanya bekerja di lahan.
PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA TERKAIT
CARA BERCOCOK TANAM
Kondisi
pertanian di desa Njedong yang sekarang dengan kondisi jaman dahulu jika
dibandingkan adalah sama saja, menurut beliau tidak ada perubahan yang berarti.
Namun terdapat kemunduran pada kondisi tanahnya.
Menurut bapak Salan,
kemunduran ini terjadi karena seringnya menggunakan bahan kimia seperti pupuk
dan penggunaan pestisida yang berlebih. Selain itu juga banyak serangan hama
tanaman yang menyerang lahan pertanian. Bapak Salan mengatakan bahwa pertanian
pada jaman sekarang lebih maju daripada pertanian pada masa orde baru. Hal ini
dapat dilihat dari bagaimana perubahan cara bercocok tanam mereka, kemudian
alat-alat yang digunakan serta beberapa unsur yang digunakan dalam pertanian.
Dengan luas
lahan yang berukuran 0,88 ha tersebut, bapak Salan dalam 1 tahun itu hanya
ditanami jagung, karena memang bapak Salan selalu menanam jagung tidak pernah
berganti dengan tanaman selain jagung. Bapak Salan memperoleh pengetahuan
tentang cara bercocok tanam tanaman jagung seperti yang telah diuraikan diatas
dari orangtua beliau yang memang bermata pencaharian sebagai petani. Beliau
belajar pengetahuan tersebut biasanya dari melihat orangtuanya saat menggarap
tegalan dan beliau bertanya langsung bagaimana cara menggarap lahan tegalan
tersebut. Selain itu, beliau juga mendapatkan informasi tentang cara bercocok
tanam tanaman jagung dari penyuluhan yang ada di daerah tersebut. Dari awal
menjadi seorang petani hingga saat ini bapak Salan tidak pernah mengubah cara
bercocok tanam, dikarenakan menurut beliau cara bercocok tanam beliau saat
sudah sangat baik untuk bisa mengasilkan tanaman jagung yang berkualitas,
selain itu beliau juga sudah terlanjur nyaman dengan cara bercocok tanam yang
masih tradisional ini.
Menurut
penjelasan dari bapak Salan, terkait perubahan sosial budaya petani yang
terlihat adalah dahulu dalam pengolahan tanah atau pembajakan hanya menggunakan
tenaga hewan Namun sekarang sudah mulai menggunakan traktor mesin untuk
mengolah lahanya., dahulu petani hanya menggunakan pupuk kandang tetapi
sekarang sudah banyak jenis-jenis pupuk kimia, karena pupuk kimia dianggap lebih
praktis untuk digunakan. Sahulu petani memanen hasil pertanin dengan digebyok
atupun dipatahkan dengan sabit, namun sekarang sudah menggunakan mesin perontok
yang dapat dengan mudah diperoleh dengan menyewa. Dan dahulu masa tanam jagung
masih cukup lama, namun sekarang masa tanam jagung mencapai dua hingga tiga
bulan saja.
Bapak Salan juga
menerapkan pada lahan tegalan miliknya, yaitu dengan menggunakan pupuk kimia
dan obat pembasmi hama, tetapi dalam pengolahan lahan, penanaman benih, dan
pemanenan, bapak Salan masih menggunakan alat-alat tradisional, seperti
pengolahan lahan tegalan masih menggunakan tenaga hewan dan memanen tanaman
jagung dengan menggunakn sabit.
LEMBAGA
YANG BERKAITAN DENGAN PENGADAAN SARANA PRODUKSI DAN PEMASARAN HASIL PERNANIAN
Di desa Njedong
ini pernah ada kelompok tani dan bapak salan sebagai salah satu anggotanya.
Kemudian pernah ada juga penyuluh pertanian lapang (PPL) di desa ini ,
hubungan Bapak salan dengan penyuluh
pertanian lapang (PPL) yaitu pernah konsultasi dan diskusi, tetapi jarang
bahkan sekarang sudah tidak pernah lagi, karena kebanyakan saran yang
diterapkan dalam lahan tidak berhasil sehingga membuat rugi dan menurunkan
produksi. Tidak ada sistem bagi hasil dalam lahan pertanian milik bapak salan,
karena lahan tersebut merupakan milik bapak Salan sendiri. Beliau mendapatkan
tenaga kerja dari tetangga sendiri. Upahnya diberikan dengan sistem harian.
Bapak Salan memberikan upah Rp 25.000/hari. Untuk mendapatkan tenaga kerja luar
keluarga di desa ini tergolong mudah karena sama-sama membutuhkan. Karena
tenaga-tenaga kerja tersebut dari tetangga yang tinggalnya di sekitar tempat
tinggal rumah keluarga Bapak Ichsan. Namun terkadang juga lumayan sulit untuk
mendapatkan tenaga kerja. Karena apabila di luar daerah beliau ada suatu proyek
pembangunan, para tetangga beliau sebagian besar bekerja sebagai kuli bangunan
di proyek pembangunan tersebut sehingga tidak dapat dipekerjakan unuk membantu
dalam proses yang telah disebutkan diatas.
Bapak Salan
memperoleh bibit dengan membeli secara pribadi di toko pertanian. Sedangkan
pupuk-pupuk yang digunakan beliau juga mendapatkannya dari toko-toko yang
menyediakan. Bapak Salan membelinya dengan kontan. Bapak Salan menggunakan
pestisida kimia yang berupa cairan yaitu obat permbasmi hama. Untuk pengairan
(irigasi) bapak Salan hanya mengandalkan air hujan saja tanpa ada pengairan
tambahan.
Untuk
pemasarannya beliau tidak begitu mengerti, dikarenakan beliau hanya menjual ke
tengkulak yang membeli langsung dirumah beliau. Beliau tidak menjualnya ke
pasar terdekat maupun ke pasar yang ada di kota Malang karena terlalu jauh dan
juga apabila ingin menjual beliau harus mengeluarkan biaya lagi untuk
transpotnya atau untuk mengangkutnya ke pasar tersebut. Jadi yang memasarkan
hasil panen bapak salan adalah tengkulak. Biasanya bapak salan menjual jagung
dengan harga Rp.2000/kg. dan menurut bapak salan itu merupakan penghasilan yang
sedang. Sedang disini berarti cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan
penghasilan sebagai buruh bangunan yang tidak tentu jam kerjanya beliau gunakan
untuk membiayai sekolah anak terakhirnya yang saat ini sedang duduk dibangku
sekolah menengah atas.
Untuk organisasi
seperti kelompok tani dan sebagainya, Bapak Salan pernah mengikutinya namun
saat ini kelompok tani itu sudah tidak aktif lagi. Masyarakat di daerah tempat
tinggal bapak Salan lebih memilih untuk mengolah lahan mereka secara individu
tanpa ada kelompok-kelompok tertentu.
3.1.4 Hasil Wawancara: Novan Alif S. P. NIM: 125040100111092
IDENTIFIKASI
PETANI
Berdasarkan
hasil wawancara yang saya dan
teman–teman lakukan di Dusun Krobyokan, desa Wagir, RT 01/RW 08, didapatkan deskripsi
keluarga dan usahatani sebagai berikut, nama petani yang telah saya wawancarai adalah Bapak Riyono. Beliau merupakan seorang kepala
keluarga dengan 4 anggota
keluarga yang mana memiliki dua mata pencaharian, yaitu pekerjaan utama dan pekerjaan
sampingan. Pekerjaan utama beliau adalah sebagai petani dan pekerjaan sebagai peternak merupakan pekerjaan sampingan dari
beliau. Beliau juga
memiliki toko kecil-kecilan di depan rumahnya yang menjual berbagai kebutuhan
pokok dan BBM eceran.
Kini umur beliau adalah 40
tahun, pekerjaan beliau yang sebagai petani dimulai sejak tahun 2009, sebelumnya beliau adalah seorang tukang bangunan. Semenjak
orangtuanya meninggal beliaulah yang menggarap sawah warisan tersebut bahkan
sebelum sawah tersebut diwariskan kepada beliau dan saudara-saudaranya yang
lain bahkan hingga saat ini. Sejak tahun itu pula beliau menggarap lahan dengan luas 9 ha, 8 ha berupa sawah dan 1 ha berupa tegal. Untuk
pembagian hasilnya beliau mendapat sepertiga dari hasil panen keseluruhan. Keluarga
beliau terdiri dari 4
orang anggota keluarga. Selain daripada lahan tersebut, beliau memiliki usaha sampingan sebagai
peternak, dengan ternak 3 ekor sapi, 3 ekor kambing dan 4 ekor ayam.
KEBUDAYAAN
PETANI
Usahatani yang dilakukan oleh Bapak Riyono di lahan sawah seluas 8 ha yaitu bercocok tanam
dengan menggunakan 3 komoditas antara lain jagung, padi, dan kacang tanah. Sedangkan untuk lahan tegal seluas 1 ha beliau tanami sengon laut. Yang
menurut wawancara dengan beliau itu adalah tanaman ‘tren’ di desa.
Berdasarkan
hasil wawancara dapat diketahui bahwa beliau menggunakan pola tanam monokultur.
Pada 3 sampai 4 bulan
saat musim penghujan beliau menanam
komoditas padi
dimana kegiatan tersebut diawali dengan menanam benih, yang kemudian tanaman
tersebut dibudidayakan seperti tanaman padi
yang pada umumnya. Sedangkan di
musim lain, menurut beliau karena kurangnya air maka jagung dan kacang tanah lah yang
ditanam.
Dalam
hal pengolahan tanah guna mempersiapkan lahan agar siap untuk ditanami, Bapak Riyono masih mengolah tanah secara
tradisional yang menggunakan bajak sapi. Selama proses pembudidayaan beliau
menggunakan pupuk urea yang dicampur dengan
ZA dengan perbandingan 1:1 dan beliau juga menggunakan pupuk kandang
dari ternak yang ia pelihara secukupnya.
Pupuk tersebut diperoleh dengan cara membeli di pengepul di Desa. Untuk pemupukan itu sendiri beliau melakukannya 3 kali,
sewaktu berumur 1 minggu,
1 bulan kemudian matun,
1 bulan setelah matun di mes,
kemudian dialiri air,
setelah keluar bulir di mes lagi.
Kemudian,
mengenai persemaian benih, varietas yang digunakan, jumlah benih yang
digunakan, cara persemaian, dan umur persemaian kami kurang mendapat data yang jelas.
Hanya tersirat untuk jumlah benih beliau menggunakan 80 kg
benih untuk lahan seluas 8 ha, itupun menurut beliau sudah melampaui maksimal
untuk luas lahan tersebut. Selain itu, hal-hal yang
berhubungan dengan cara tanam seperti jarak tanam untuk padi 1 hasta, jagung 30 cm, untuk lahan tegal sendiri setengah meter,
jumlah bibit per lubang untuk padi
adalah yang ‘seukuran’ atau ± 20cm, sedangkan jagung 2 benih per lubang,
dan untuk kondisi
air,
pengairan hanya dilakukan saat apabila 2—3 hari tidak hujan maka akan dialiri air.
Sedangkan
sistem irigasi yang digunakan adalah dengan kadang-kadang di genangi dan
kadang-kadang dikeringkan yang mana air untuk irigasi tersebut berasal dari sumber yang berada di desa tersebut.
Selanjutnya,
setelah tiga setengah sampai
empat bulan masim hujan, beliau memanen padi tersebut yang kemudian lahan
tersebut ditanami lagi dengan komoditas jagung. Sama halnya dengan komoditas jagung, komoditas
padi pun pengolahan lahannya dengan menggunakan bajak sapi, mengenai tempat
persemaian, varietas yang digunakan, jumlah benih yang digunakan per hektar,
cara persemaian, umur persemaian, jarak tanam, jumlah bibit perlubang, dan
kondisi air tetap menggunakan pengalaman beliau selama melakukan kegiatan
bertani. Pupuk yang digunakan pun sama, serta siterm irigasi juga sumber air
irigasi tetap sama.
Sedangkan
untuk komoditas kacang tanah, benihnya beliau dapat dengan cara membeli dari
tetangga yang telah melakukan panen kacang tanah. Pengolahan lahan, varietas
yang digunakan, jumlah benih yang digunakan pada lahan, cara dan umur
persemaian, jarak tanam, jumlah bibit per lubang, kondisi air, dan irigasinya
pun tetap sama.
Lalu,
mengenai penyiangan, beliau melakukan penyiangan secukupnya bila gulma atau
rumput telah banyak, baru beliau melakukan penyiangan. Jadi, penyiangan
tersebut bergantung pada gulma atau rumput yang tumbuh dan tidak terpaku dengan
waktu. Dalam hal penyiangan beliau menggunakan cangkul dan arit untuk menyiangi lahan sawah yang
dimiliki bahkan terkadang
beliau juga menggunakan tangan.
Kendala
yang dihadapi petani pada umunya adalah mengenai hama dan penyakit tanaman.
Berdasarkan hasil wawancara, hama yang sering menjadi kendala dalam budidaya
padi adalah belalang dan wereng.
Untuk pembasmiannya beliau menggunakan pestisida yaitu 3
tutup per 1 tangki.
Dalam
hal pemanenan, cara beliau menentukan komoditas yang siap dipanen adalah sama
dengan petani pada umunya, misalnya padi, padi dikatakan siap bila padi telah
menguning. Biasanya terjadi
3,5 sampai 4 bulan setelah tanam. Disamping itu, beliau
juga menggunakan pengalaman selama menjadi
petani yaitu di tentukan tiga-empat
bulan pertama menanam padi,
tiga bulan kemudian menanam kacang
tanah,
dan tiga bulan selanjutnya menanam jagung,
serta selanjutnya kembali menanam padi. Untuk hasi panennya bapak riyono menyimpan hasil panen
di glangsi kamar .
Untuk
pola tanam yang digunakan tetap seperti itu dari awal bercocok tanam hingga
sekarang. Menurut penuturan Bapak Riyono,
pengetahuan cara bercocok tanam beliau diperoleh dari orang tua beliau dengan
cara beliau melakukan apa yang telah di contohkan atau apa yang telah dilakukan
oleh orang tua beliau dulu.
Pengetahuan
dan cara budidaya yang telah dilakukan Bapak Riyono tidak pernah berubah dikarenakan menurut beliau, memang itulah cara-cara paling efektif dalam bercocok
tanam sejauh yang beliau ketahui di desa tersebut.
Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya, benih dari komoditas yang dibudidayakan oleh
Bapak Riyono
diperoleh dari toko pertanian di Malang dengan cara di beli. Pupuk yang
digunakan dalam kegiatan usahatani tersebut adalah pupuk urea, ZA dan pupuk kandang. Pupuk tersebut
diperoleh dengan cara membeli di pengepul
yang ada di desa tersebut, seperti yang telas dijelaskan
sebelumnya.
Untuk
penanggulangan hama dan penyakit tanaman, beliau menggunakan pestisida. Sedangkan irigasinya
berasal dari sumber.
Dalam kegiatan usahatani, beliau menggarap lahan sawah dengan dibantu tenaga kerja lain,
biasanya dari tetangga. Hal itu disebabkan
luas lahan yang hanya 8 ha,
sehingga membutuhkan
tenaga kerja lain untuk menggarap lahan
tersebut.
LEMBAGA/PRANATA
SOSIAL TERKAIT DENGAN USAHA TANI
Didesa tersebut terdapat kelompok tani dan HIPPA untuk
petani namun pak Riyono mengaku tidak terlalu aktif di kedua organisasi
tersebut dikarenakan kesibukan lain. Untuk kegiatan rutin dari kedua organisasi
tersebut hanya iuran rutin bulanan dan pertemuan apabila ada kerusakan saluran
irigasi. Beliau mengaku senang dengan ketua kelompok tani yang sekarang
dikarenakan sang ketua sekarang lebih transparan dan tepat sasaran dalam
mengelola kelompok petani di desa tersebut.
Hal
lain yang mengejutkan adalah hasil
padi dari sawah pak Riyono ternyata hanya dikonsumsi sendiri, beliau mengatakan
keluarganya sangat banyak sehingga hasil panen terutama padi untuk konsumsi
keluarga sendiri.
LEMBAGA YANG MELAKUKAN FUNGSI PENYEDIAAN SARANA PRODUKSI
PERTANIAN
Dalam pembelian benih pak Riyono membeli benih padi dan jagung dari toko pertanian
di malang, dengan jumlah sekitar 80 kg untuk keseluruhan, yang menurut pak
Riyono harganya sekitar Rp 10.000/kg. Untuk pupuk beliau menggunakan UREA dan
ZA yang beliau beli dari pengepul di desa tersebut sekaligus wakil ketua himpunan petani di
daerah tersebut, yaitu pak Rani . Dengan jumlah 150 kg untuk 3X per panen. Yang
mana menurut beliau penggunaan UREA dan ZA dengan perbandingan 1:1 lebih
efektif daripada menggunakan keduanya satu persatu dalam satu waktu tertentu.
Sedangkan untuk pupuk kandang, beliau mengaku hanya menggunakan sekali-kali
dari kotoran hewan ternaknya maupun membeli dari tetangga. Sedangkan untuk bantuan dari pemerintah
dahulu ada, yaitu 5 kg benih namun untuk setahun ini sendiri menurut beliau
tidak ada.
LEMBAGA YANG MELAKUKAN FUNGSI PENYEDIAAN TENAGA KERJA
Dalam penyediaan tenaga kerja Pak Riyono menggunakan
tenaga dari petani di desanya dikarenakan luasnya lahan. Hal itu dilakukan di
sawah beliau untuk masa tanam padi, jagung dan kacang tanah. Untuk tenaga kerja
itu sendiri beliau menggunakan jasa petani laki-laki Rp 25.000/setengah
hari dan Rp 20.000/setengah hari untuk tenaga kerja perempuan dalam masa Tanam
sampai pemanenan. Untuk pembajakan adalah Rp 50.000.
LEMBAGA YANG DAPAT MELAKUKAN FUNGSI PENGOLAHAN HASIL
PERTANIAN
Untuk hasil panen beliau mengaku untuk konsumsi sendiri ,
dikarenakan keluarga beliau yang banyak dan status sawah yang masih belum
diwariskan. Untuk pengolahan hasil pertanian beliau menggunakan penggilingan
padi yang sekarang sering berkeliling di desa tersebut. Untuk ongkosnya itu
sendiri adalah beras 1 kg atau 1 sak, dan mendapat katul 15 kg. Menurut beliau
keuntungan tukang selip sebetulnya banyak.
LEMBAGA PEMASARAN HASIL PERTANIAN
Seperti yang sudah dijelaskan diatas hasil panen beliau adalah
untuk konsumsi sendiri.
KELOMPOK TANI / GABUNGAN KELOMPOK TANI
Untuk kelompok petani di desa tersebut menurut beliau
memang ada, untuk ketuanya adalah pak Yudi/Njedong. Dan pak Riyono sendiri
memang anggota Kelompok Tani di desa tersebut. Kegiatan yang dilakukan biasanya
adalah pertemuan rutin per bulan dan iuran untuk irigasi. Sedangkan untuk
kegiatan khususnya adalah penanaman jagung laki-laki dan perempuan dengan
sistem: Jagung Perempuan (75cm) Jagung Perempuan (75cm) Jagung Perempuan (75cm)
Jagung Laki-Laki
Tujuan dari penanaman tersebut adalah dikawinkan, untuk
kemudian hasilnya dijual ke pabrik dengan harga 290/100kg. Namun yang terjadi adalah
banyak yang bogang/gagal, dan umur panen yang terlalu lama membuat petani kapok.
Untuk aktif tidaknya bapak yang saya wawancara menurut beliau tidak terlalu
aktif, dikarenakan repot atau karena ada pertemuan lain.
HIMPUNAN PETANI PEMAKAI AIR (HIPPA)
Di desa tersebut terdapat HIPPA, untuk ketuanya adalah pak
Yudi/ Njedong dengan wakilnya pak Rani. Untuk anggotanya beliau termasuk
dikarenakan semua petani di desa tersebut adalah anggota HIPPA. Untuk kegiatan
HIPPA itu sendiri adalah pertemuan rutin, kemudian membahas bantuan dari
pemerintah (jika ada) dan membahas kerusakan irigasi atau kerja bakti. Untuk
keaktifan beliau juga tidak terlalu aktif dikarenakan repot. Untuk keuntungan
yang dirasakan pak Riyono selama menjadi anggota HIPPA yaitu membantu dari segi
kerusakan irigasi yang diambil dari uang kas, dan dengan pengaturan sekarang
yang adil menurut pak Riyono, berbeda dengan dulu yang membayar banyaklah yang
didahulukan.
LEMBAGA KEUANGAN/PERKREDITA
Untuk peminjaman modal beliau pernah meminjam dari kelompok
tani di desa tersebut, dengan tanpa modal dan batas waktu pembayaran.
PERUBAHAN SOSIAL DALAM LEMBAGA YANG TERKAIT DENGAN USAHA
Yang pertama adalah sistem sewa menyewa lahan yang sekarang
mahal, yaitu untuk 3 tahun untuk lahan seluas 4500m2 adalah 10,5
juta. Untuk lembaga penyediaan darana produksinya dilakukan oleh pak Rani yang
juga selaku wakil kelompok tani di desa tersebut. Dan untuk sistem upah untuk
tenaga kerja pertanian dilakukan dengan upah perhari seperti yang dijelaskan
diatas yaitu Rp 25.000/setengah hari untuk laki-laki dan Rp 20.000/setengah
hari untuk perempuan dan untuk bajak sapi adalah Rp 50.000 sekali bajak. Untuk
pemasaran hasil pertanian umumnya pedagang membeli langsung dari petani.
Sedangkan untuk perkembangan HIPPA dan Kelompok Tani menurut beliau adalah
semakin maju dan semakin trandparan dibawah kepemimpinan yang sekarang (per
November 2012).
3.1.5 Hasil Wawancara: M. Imam Syaifudin NIM: 125040100111110
Hasil wawancara Praktikum Sosiologi Pertanian yang
diadakan pada hari Sabtu tanggal 8
Desember 2012 yang bertempat tinggal di Dusun Krobyokan Desa Njedong Kecamatan
Wagir Kabupaten Malang RT 03 RW 08 dengan nama petani Bapak Sholeh atau nama
lainnya Bapak Mistar. Di rumah Bapak Sholeh ini ditemukan beberapa hasil
penelitian pada kegiatan Praktikum Sosiologi Pertanian ini diantaranya adalah
tentang :
1)
Deskripsi keluarga petani
2)
Status Sosial Ekonomi
3)
Kebudayaan petani
4)
Perubahan social dalam lembaga yang
terkait dalam usaha tani
5)
Lembaga yang berkaitan dengan pengadaan
sarana produksi atau pranata social terkait usaha tani dan tenaga kerja serta
pemasaran hasil pertanian
DESKRIPSI
KELUARGA PETANI
Pada
hasil wawancara, Bapak Sholeh adalah seorang yang usianya sudah menginjak 50
tahun. Dimana pada tingkat pendidikan terakhir Bapak Sholeh adalah hanya sampai
di tingkat Sekolah Dasar. Bapak Sholeh tidak dapat melanjutkan pendidikan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi disebakan fakktor ekonomi keluarga yang
tergolong kurang mampu. Bapak Sholeh pekerjaan utamanya sebagai kepala rumah
tangga adalah sebagai petani. Bapak Sholeh memiliki lahan pertanian yang
dimiliki berupa sawah dan tegalan. Lahan tersebut didapatkan bapak Sholeh dari
warisan orang tuanya. Bapak Sholeh mulai bertani semenjak tahun 1977 dengan
luas tegal yang dimiliki dan diusahakan sendiri seluas 2500 m2 dan
luas lahan sawah yang dimiliki dan diusahakan sendiri seluas ¼ ha. Bapak Sholeh
bekerja sebagai petani kurang lebih selama 35 tahun yang lalu. Sejak kecil
beliau sudah membantu orang tuanya mengurus pekerjaan di lahan milik orang
tuanya. Latar belakang dari keluarga bapak Sholeh bermata pencaharian sebagai
petani. Sekarang jumlah anggota rumah tangga bapak Sholeh berjumlah 6 orang
yang terdiri dari bapak Sholeh, istrinya dan 4 anak beliau 2 laki-laki dan 2
orang perempuan. Diantara anak dari bapak Sholeh sudah ada yang dari membantu
pekerjaan dari bapak Sholeh.
STATUS
EKONOMI
Biasanya
kehidupan sehari-hari bapak Sholeh mengandalkan dari hasil pertanian miliknya
sendiri karena hanya itu mata pencaharian beliau dalam menghidupi
kebutuhan-kebutuhannya. Bapak Sholeh memiliki lahan sawah dan tegalan yang
cukup luas. Luas lahan yang dimiliki bapak Sholeh mulai awal hingga sekarang
tetap tidak ada perubahan, tidak berkurang ataupun bertambah. Sebab lahan
tersebut adalaha warisan dari orang tuanya yang sudah dibagi-bagikan kepada
anak-anaknya. Untuk urusan keuangan bapak Sholeh tidak pernah sama sekali
meminjam dari bank ataupun koperasi dan lain sebagainya. Bapak Sholeh tidak
menggarap lahan sawah dan tegalannya sendiri, bapak Sholeh ini menggunakan jasa
buruh tani untuk membantu mengolah lahan ataupun menyiangi lahan miliknya.
Bapak Sholeh ini juga memiliki toko untuk tempat penjualan hasil dari pertanian
yang sudah dikelola oleh anaknya juga. Dimana bapak Sholeh ini memiliki hewan
ternak yang dipelihara yaitu sapi berjumlah 5 ekor dan ayam berjumlah 10 ekor .
Kondisi
rumah yang ditinggali oleh bapak Sholeh sekarang cukup sederhana namun
bekecukupan dengan status rumah milik pribadi. Jenis lantai rumah bapak Sholeh
yang dipakai berupa keramik dan jenis dinding rumah beliau berupa tembok serta
mempunyai perabotan rumah yang sudah cukup terpenuhi seperti televisi, radio,
kulkuas, sampai telepon genggam.
KEBUDAYAAN
PETANI
Menurut
dari data yang ada, kami mendapatkan usaha pertanian di lahan sawah milik bapak
Sholeh menanam berbagai jenis. Dalam satu tahun, satu lahan biasanya ditanami padi, jagung dan
kacang-kacangan masing-masing selama 3 bulan tergantung dengan musimannya.
Tetapi bapak Sholeh yang menjadi tanaman prioritas untuk ditanami adalah jagung
sebab bapak Sholeh memilih tanaman
jagung karena di daerah tersebut umumnya para petani menanam lahannya dengan
jagung. Selain itu menurut bapak Sholeh ini tanaman jagung termasuk tanaman
yang mudah untuk perawatannya. Bapak Sholeh menanam jagung dengan variates
jagung yakni jagung super, bapak Sholeh memilih variates tersebut tersebut
karena memiliki kualitas yang baik dan hasilnya juga memuaskan.
Dalam cara bercocok tanam jagung, bapak Sholeh masih
menggunakan sistem pertanian tradisonal dalam menggarap tegalan atau lahan
sawahnya. Awal memulainya bercocok tanam yakni dari pengolahan tanah dulu yang
memakai tenaga hewan yaitu sapi milik sendiri. Setelah tanah disiapkan,
kemudian tanah yang sudah diolah tersebut lalu dilubangi dengan kayu atau
istilah di sana menyebutnya digejih. Tanah tersebut dilubangi dengan kedalaman
lubang sekitar 5 cm dan jarak antara lubang ke lubang lainnya sekitar 20 cm. Jarak tanam jagung disesuaikan dengan umur panennya,
semakin panjang umurnya jarak tanam semakin lebar. Kemudian lubang tersebut
diberi pupuk kandang (kaleng) lalu benih dimasukkan ke dalam lubang tersebut
sebanyak tiga biji per-lubang.
Kira-kira dalam ¼ ha lahan sawah milik
bapak Sholeh dapat menghabiskan 5 kg benih dalam sekali penanaman. Setelah
benih dimasukkan kedalam lubang lalu lubang tersebut lansung ditutup dengan
tanah atau istilah di daerah sana menyebutnya dengan nama digulut setelah itu
tanah di gunduk. Sistem perairannya hanya dengan menggunakan sistem tadah hujan.
Biasanya dalam kurun waktu satu minggu tanaman jagung tersebut sudah mulai muncul daunnya.
Dalam pemupukan biasanya dilakukan dua kali dalam
satu kali masa tanam. Pupuk yang biasa digunakan bapak Sholeh adalah pupuk
kandang atau kompos dan kimia atau urea. Dalam hal penyiangan bapak Sholeh
tetap menggunakan cara tradisional, penyiangan biasanya dilakukan sekali dan
dilakukan dengan sederhana yakni dengan tangan, lalu dari penyiangan itu dikeringkan
Penyiangan dilakukan dua minggu sekali. Bapak Sholeh
melakukan penyiangan secara manual yaitu dengan cara mencangkuli tanah dan
gulma yang ada di sekitar tanaman jagung tersebut. Yang penting dalam
penyiangan ini tidak mengganggu perakaran tanaman yang pada umur tersebut masih
belum cukup kuat mencengkeram tanah. Hal ini biasanya setelah tanaman berumur
15 hari. Penyiangan dilakukan sebanyak 3 sampai 4 kali dalam setiap musim
tanam.
Jenis
hama dan penyakit tanaman yang biasa ditemukan bapak Sholeh pada tanaman jagung
di lahan milik bapak Sholeh diantaranya adalah ulat dan wereng. Semua hama dan
penyakit tanaman dikendalikan dengan menggunakan pestisida yang jenis akodan
dan tiodan dengan takaran 2sdm/14lt dalam sekali pemberiannya.
Dalam
hal pemanenan jagung beliau masih menggunakan sabit, untuk mematahkan tangkai
jagung. Adapun cara bapak Sholeh menentukan bahwa jagung sudah waktunya dipanen
yakni pada saat daunnya sudah memulai menguning. Dan pada saat pemanenan
dilakukan penggebyokkan, setelah dilakukan penggebyokkan jagung dikupas lalu di
jemur setelah itu jagung mulai disimpan. Setelah itu jagung mulai dikeringkan
kembali lalu setelah proses tersebut jagung langsung dimasukkan kedalam karung
untuk dipasarkan.
Pengetahuan
bapak Sholeh dalam bercocok tanam jagung diperolehnya dari orang tua/turun
temurun. Karena sejak kecil bapak Sholeh ini selalu membantu dan mengikuti
pekerjaan orang tuanya maka beliau tahu bagaimana cara bercocok tanam baik dan
benar menurut bapak Sholeh. Dan selama 35 tahun bekerja menjadi seorang petani,
bapak Sholeh ini tidak pernah merubah caranya untuk bercocok tanam dikarenakan
beliau merasa hasil panen selama ini sudah cukup memuaskan.
PERUBAHAN
SOSIAL DALAM LEMBAGA YANG TERKAIT DALAM USAHA TANI
Di
daerah desa Njedong, kondisi pertanian jaman sekarang dengan kondisi jaman
dahulu jika dibandingkan sama saja tidak ada perubahan yang berarti namun ada
sedikit kemunduran pada kondisi tanahnya yang mulai tidak baik lagi. Menurut
bapak Sholeh kejadian tersebut disebabkan oleh seringnya para petani
menggunakan bahan kimia yang secara berlebihan. Akan tetapi di jaman sekarang
alat-alat dan perubahan cara becocok tanam lebih maju dibandingkan dengan jaman
di masa order baru dalam bidang pertanian.
Tabel 3.3
Penggunaan Benih, Pupuk dan Pestisida
Jenis
|
Varietas/satuan
|
Diperoleh
dari
|
Benih/bibit
|
Jagung,
padi dan kacang-kacangan
|
Dibuat/
dari milik sendiri/hasil panen
|
Urea
|
Akodan
tiodan
@100kg
|
Beli
kontan dari toko Rp95.000/50kg @1900/kg
|
Kandang
/ kompos
|
Tidak
menentu
|
Beli
kontan dari toko Rp 20.000/kg
|
Beliau
belajar pengetahuan tersebut biasanya dari melihat orangtuanya saat menggarap
tegalan dan beliau bertanya langsung bagaimana cara menggarap lahan tegalan
tersebut. Selain itu, beliau juga mendapatkan informasi tentang cara bercocok tanam
tanaman jagung dari penyuluhan yang ada di daerah tersebut. Dari awal menjadi
seorang petani hingga saat ini bapak Salan tidak pernah mengubah cara bercocok
tanam, dikarenakan menurut beliau cara bercocok tanam beliau saat sudah sangat
baik untuk bisa mengasilkan tanaman jagung yang berkualitas, selain itu beliau
juga sudah terlanjur nyaman dengan cara bercocok tanam yang masih tradisional
ini.
Terkait
perubahan sosial budaya petani yang terlihat adalah dahulu dalam pengolahan
tanah atau pembajakan hanya menggunakan tenaga hewan. Namun sekarang sudah
mulai menggunakan traktor mesin untuk mengolah lahanya, dahulu petani hanya
menggunakan pupuk kandang tetapi sekarang sudah banyak jenis-jenis pupuk kimia,
karena pupuk kimia dianggap lebih praktis untuk digunakan.dahulu petani memanen
hasil pertanin dengan digebyok ataupun dipatahkan dengan sabit, namun sekarang
sudah menggunakan mesin perontok yang dapat dengan mudah diperoleh dengan
menyewa. Dan dahulu masa tanam jagung masih cukup lama, namun sekarang masa
tanam jagung mencapai dua hingga tiga bulan saja.
LEMBAGA
YANG BERKAITAN DENGAN PENGADAAN SARANA PRODUKSI ATAU PRANATA SOCIAL TERKAIT
USAHA TANI DAN TENAGA KERJA SERTA PEMASARAN HASIL PERTANIAN
Dalam
kegiatan usaha tani hanya usaha tanam menanam saja sebab tenaganya kurang dalam
menggarap tanam menanam dengan sistem upah harian dengan hasil upah tiap orang
Rp 25.000/½ hari.
Hasil
panen jagung pada setiap musim selalu dijual kepada KUD ataupun pedagang yang
mendatanginya. Hasil panen jagung secara keseluruhan dijual dalam bentuk mentah
dengan harga rata-rata Rp
3000/kg, penentuan harga jual tersebut ditentukan oleh KUD maupun pedagang
dengan cara pembayaran dimuka. Adapun tawar menawar dengan pedagang soal harga
yang ditentukan semula harganya
Rp 3000/kg menjadi Rp 3500/kg
Hasil dari
wawancara menemukan kalau bapak Sholeh aktif dalam kegiatan kempok tani, mulai
dari GAPOKTAN, HIPPA, sampai lembaga keuangan atau pengkreditan. Di dalam
GAPOKTAN adapun kegiatan yang biasanya dilakukan seperti penyuluhan dan
pembagian bibit yang diketuai oleh bapak Rani. Di HIPPA kegiatan yang rutin
dilakukan oleh para petani yakni kerja bakti yang diketuai oleh bapak Yudi.
Manfaat bagi bapak Sholeh mengikuti HIPPA yakni untuk kebutuhannya sendiri.
3.2 Perbandingan Temuan
di Lapang dengan Teori/Tinjauan Pustaka
3.2.1 Perbandingan Temuan Lapang:
Shilvi Agatha Ikarani NIM:
125040100111112
Tegalan oleh
para petani di Jawa umumnya ditanami oleh tanaman jagung, kacang-kacangan,
cabai, maupun ketela pohon.Sistem bagi hasil yang kerap dilakukan oleh para
petani di Jawa (petani kaya dan buruh tani) nampaknya tidak berlaku bagi para
petani yang mempunyai lahan dibawah 1ha.Terlebih bagi bapak Sihap, yang
mengganggap petani hanya sebagai pekerjaan sampingan.
Biasanya
pengambilan keputusan untuk bercocok tanam disesuaikan dengan pengaruh ekonomis
dan pengaruh ekologis.Tanpa ada pengaruh sosial dan pengaruh kultural.Namun
pengaruh ekonomi tidak terlalu dominan dan cenderung hanya terpusat untuk
mengisi waktu luang disaat tidak ada panggilan untuk menjadi kuli bangunan.
Hasil temuan di
lapng menjelaskan bahwa orientasi nilai budaya lebih cenderung pada bagan
sebelah kiri.Artinya mereka masih berfikir kalau hakikat dan sifat hidupnya
pada “hidup itu buruk”.Hakikat karya yaitu karya untuk hidup artinya mereka
menciptakan sesuatu tanpa ada keinginan untuk menjadikan itu sebagai keahlian
atau semacamnya yang dapat menghasilkan uang.Hakikat kedudukan manusia dengan
ruang orientasinya adalah terhadap masa lalu. Umumnya para petani hanya
terfokus pada memakai atau menganut apa yang sudah dibuat dan diajarkan orang
tuanya, tanpa ada keinginan untuk memperbaiki. Hakikat hubungan manusiaa dengan
alam, yaitu tunduk terhadap alam. Umumnya mereka hanya memanen apa yang sudah
disediakan alam atau bercocok tanam dengan system yang masih sangat sederhana.
Lalu yang terakhir hakikat hubungan manusia dengan manusia, tokoh-tokoh dan
atasan adalah sosok yang dianggap penting dalam hidupnya.Apa saja yang
diperintahkan oleh atasan selalu diikuti. Tentunya masyarakat tani di Indonesia
tidak bisa terus hidup pada orientasi seperti ini.Harus ada perubahan di hidup
mereka agar taraf ekonomipun ikut meningkat.
Dalam kunjungan
lapang ini didapati bahwa stratifikasi social di desa Wagir tidak
nampak.Kepemilikan lahan pertanian juga beragam.Hal ini disebabkan karena
heterogenitas pekerjaan.Jadi mereka tidak hanya bertumpu pada satu mata
pencaharian .
Kelompok tani
yang terdapat di desa ini nampaknya kurang diminati oleh para petani
sambilan.Contohnya saja mereka lebih tertarik untuk belajar dari tetangga
sekitar rumah.Daripada harus menghadapi penyuluhan pertanian.
Petani di desa
Wagir pada umumnya menjual hasil panen mereka dalam bentuk mentah (belum
diolah) kepada para pedagang yang dating, KUD, dan penebas. Setelah ditelusuri
kenapa hasil tidak diolah terlebih dahulu untuk meningkatkan nilai jual,
alasannya adalah tidak adanya alat pengolah dan sussistem agribisnis nyatanya
sama sekali tidak diterapkan.
3.2.2 Perbandingan Temuan Lapang:
Windasari Widya N. NIM: 125040100111098
Bapak Rani memiliki lahan sawah dan ladang . Di
lahan ladang ini bapak Rani memberikan air dan pupuk secukupnya dan juga ada
pengolahan tanah yaitu dengan caramencangkul atau di bajak . Berbeda dengan
teori yang ada, di dalam teori menyebutkan bahwa lahan ladang di tanami tanpa
adanya pengolahan tanah seperti di cangkul , diberi air, dan di pupuk . Ketika
musim kemarau lahan tersebut menggunakan sisitem irigasi sehingga bertolak
belakang dengan teori yang ada .
Dalam pengambilan keputusan jenis tanaman yang akan
di tanam tidak sesuai dengan pengaruh sosial maupun kebudayan setempat. Tetapi
keputusan dalam pengambilan jenis tanaman
tersebut diambil karena faktor ekonomi dan ekologis yaitu kebutuhan
pangan dan kondisi lingkungan yang ada di daerah tersebut.
Menurut data yang diperoleh bahwa orientasi nilai
budaya dalam hakikat dan sifat hidupnya
adalah hidup itu buruk. Selain itu pada hakikat karya mereka menciptakan
sesuatu yaitu menamam tanaman tersebut tanpa adanya keinginan untuk dapat
menghasilkan uang karena hasil dari pertanian mereka sebagian besar atau bahkan
semuanya mereka konsumsi sendiri.Hakikat kedudukan manusia dalam ruang yaitu
terhadap masa lalu. Pada awal mulanya mereka bercocok tanam masih menggunakan
cara yang di pakai oleh orang tua mereka. Tetapi cara bercocok tanam mereka
sudah mulai berubah, mereka mau mengikiti saran dari penyuluh pertanian.
Kemudian hakikat hubungan manusia dengan alam adalah tunduk terhadap alam. Hal
ini tercermin dengan keadaan bercocok tanam mereka yang masih menggunakan
teknologi sederhana tetapi masih ada cara pola berfikir mereka untuk berubah
.Selanjutnya hakikat hubungan manuasia dengan manusia yaitu memendang
tokoh-tokoh atasan. Apapun yang diperintahkan oleh atasan akan mereka lakukan.
Sehingga mereka tergantung dengan keadaan ini . Perubahan harus segera di mulai
karena perubahan juga akan membuat mereka lebih sejahtera.
Sistem bagi hasil seperti maro, mertelu, dan merapat
di desa jedong sudah tidak ada lagi kerena hal ini merugikan penggarap lahan
tersebut.Meskipun di teori sudah terpapar jelas bagian dan hak untuk pemilik
dan penggarap.
Dengan luas sawah seluas 2500 m2 dan
lahan tegalanseluas 3000 m2 bapak Rani dapat di golongkan pada golongan
ekonomi menengah. Tetapi di dalam satu desa ini terdapat berbagai golongan
karena setiap petani tidak memiliki luas lahan yang sama.
Kelompok tani di desa ini sudah mulai di minati oleh
para petani karena sering ada penyuluh pertanian yang langsung datang ke lahan
mereka.Sehingga mereka bisa langsung berrinteraksi dengan penyuluh
pertanian.Merekapun merasakan perubahan atas hasil yang didapatkan.
Pada umumnya petani di sana tidak menjual hasil
panennya kerena hasil panen tersebut untuk kebutuhan keluarganya. Apabila ada
kelebihan barulah panennan tersebut di jual.Sebagian besar petani di Wagir
menjual dalam bentuk belum di olah.Karena mereka tidak mempunya alat
penggilingan.Subsistem agribisnis dalam hal ini tidak di terapkan oleh petani
di Wagir.
3.2.3
Perbandingan Temuan
Lapang:
Nila
Alviya NIM:
125040100111083
Pada umumnya para petani di daerah Jawa menanami
tegalan dengan tanaman seperti jagung, umbi-umbian, dan kacang-kacangan. Sistem
gotong royong bercocok tanam di desa ini mulai berkurang dan diganti dengan
sistem memburuh. Biasanya upah untuk membayar buruh berupa secara adat (berupa
hasil pertanian) dan berupa uang. Namun, di desa Njedong mayoritas memberi upah
buruh tani berupa uang.
Di lihat dari bidang sosial ekonomi dari petani ini
mencerminkan bahwa bapak Salan memiliki tingkat ekonomi cukup atau menengah.
Selain itu, berkaitan dengan kedudukan sosial bapak Salan disamping sebagai
buruh bangunan juga memiliki tegalan yang digunakan sebagai lahan pertanian.
Sebagian besar masyarakat di desa ini menjadi petani hanya untuk pekerjaan
sampingan.
Untuk pengambilan keputusan bercocok tanam biasanya
disesuaikan dengan pegaruh ekonomis, pengaruh ekologis, pengaruh sosial dan
pengaruh kultural. Namun, bagi bapak Salan pada segi ekonomi hanya sebagai pengisi
waktu luang jika tidak ada kesibukan untuk menjadi buruh bangunan.
Faktor-faktor mental
adalah pengetahuan mengenai sistem nilai budaya atau cultural value system dan
mengenai sikap atau attitudes. Kedua hal itu menyebabkan timbulnya
pola-pola cara berfikir tertentu pada warga suatu masyarakat dan sebaliknya
pola-pola cara berpikir inilah yang mempengaruhi tindakan-tindakan dan perilaku
mereka, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam hal membuat
keputusan-keputusan yang penting dalam hidup bermasyarakat.
Para petani di desa ini kebanyakan tetap menggunakan cara bertani tradisional
yang sudah mereka lakukan sejak dahulu daripada harus mamakai cara yang modern
yang mereka dapatkan dari petugas penyuluh pertanian. Dan umumnya mereka hanya bercocok tanam dengan sistem yang masih sangat
sederhana.
Untuk sistem irigasi (pengairan) terdapat suatu himpunan yaitu HIPPA
(Himpunan Petani Pemakai Air) merupakan himpunan dari petani atau kelompok tani
dan pengguna air lainnya yang mengelola air irigasi dan jaringan irigasi dalam
blok-blok tersier. Namun, untuk para petani di desa njedong Kec. Wagir ini
cenderung melakukan irigasi lahan pertanian mereka dengan cara individu.
3.2.4 Perbandingan Temuan Lapang:
Novan Alif S. P. NIM:
125040100111092
Tegalan oleh para petani di Jawa
umumnya ditanami oleh tanaman jagung, kacang-kacangan, cabai, maupun ketela
pohon. Sistem bagi hasil yang kerap dilakukan oleh para petani di Jawa (antara
pemilik lahan dengan buruh tani) nampaknya tidak berlaku di lahan pak Riyono, sistem
pembayaran dilakukan perhari dengan biaya 25 ribu perhari untuk laki-laki dan
22 ribu untuk perempuan, sedangkan untuk membajak sawah 50 ribu perhari.
Biasanya
pengambilan keputusan untuk bercocok tanam disesuaikan dengan pengaruh ekonomis
dan pengaruh ekologis. Tanpa ada pengaruh social dan pengaruh kultural. Namun
pengaruh social dan kultural turut berperan dimana pak Riyono memilih menanam
sengon laut di tegal miliknya dikarenakan tanaman itu adalah tanaman yang
‘tren’ di desa tersebut. Pengaruh ekonomi tidak terlalu dominan dan cenderung
hanya terpusat untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga bukannya untuk
meningkatkan kesejahteraan maupun prestise.
Hasil temuan di
lapang menjelaskan bahwa orientasi nilai budaya lebih cenderung pada bagan sebelah
kiri. Artinya mereka masih berfikir kalau hakikat dan sifat hidupnya pada
“hidup itu buruk”. Hakikat karya yaitu karya untuk hidup artinya mereka
menciptakan sesuatu tanpa ada keinginan untuk menjadikan itu sebagai keahlian
atau semacamnya yang dapat menghasilkan uang. Hakikat kedudukan manusia dengan
ruang orientasinya adalah terhadap masa lalu. Umumnya para petani hanya
terfokus pada memakai atau menganut apa yang sudah dibuat dan diajarkan orang
tuanya, tanpa ada keinginan untuk memperbaiki. Hakikat hubungan manusia dengan
alam, yaitu tunduk terhadap alam. Umumnya mereka hanya memanen apa yang sudah
disediakan alam atau bercocok tanam dengan system yang masih sangat sederhana.
Lalu yang terakhir hakikat hubungan manusia dengan manusia, tokoh-tokoh dan
atasan adalah sosok yang dianggap penting dalam hidupnya. Apa saja yang
diperintahkan oleh atasan selalu diikuti. Tentunya masyarakat tani di Indonesia
tidak bisa terus hidup pada orientasi seperti ini. Harus ada perubahan di hidup
mereka agar taraf ekonomipun ikut meningkat.
Dalam kunjungan
lapang ini didapati bahwa stratifikasi social di desa Wagir tidak nampak. Kepemilikan
lahan pertanian juga beragam. Hal ini disebabkan karena heterogenitas
pekerjaan. Jadi mereka tidak hanya bertumpu pada satu mata pencaharian .
Kelompok tani
yang terdapat di desa ini nampaknya kurang diminati oleh para petani sambilan. Contohnya
saja mereka lebih tertarik untuk belajar dari tetangga sekitar rumah. Daripada
harus menghadapi penyuluhan pertanian.
Petani di desa
Wagir pada umumnya menjual hasil panen mereka dalam bentuk mentah (belum
diolah) kepada para pedagang yang datang, KUD, dan penebas. Setelah ditelusuri
kenapa hasil tidak diolah terlebih dahulu untuk meningkatkan nilai jual,
alasannya adalah tidak adanya alat pengolah dan subsistem agribisnis nyatanya
sama sekali tidak diterapkan. Dan yang saya temui adalah, pak Riyono tidak
menjual hasil panennya sama sekali, melainkan menyimpannya untuk konsumsi
keluarga sendiri.
3.2.4
Perbandingan Temuan
Lapang:
M. Imam Syaifudin NIM: 125040100111110
Sebagian besar para petani di daerah Jawa pada
umumnya ditanami oleh tanaman jagung, kacang-kacangan,
maupun padi. Sistem bagi hasil kerap dilakukan oleh para petani di daerah Jawa
(petani kaya dan buruh tani) biasanya ada sistem upah harian, sistem upah
borongan, sistem tolong menolong (sambatan) dan sistem kedokan/martelu.
Terlebih lagi bapak Sholeh menganggap bahwa pekerjaan petani sebagai pekerjaan
utamanya tanpa ada pekerjaan sampingan.
Di lihat dari hasil penemuan di lapang menjelaskan
tentang hakikat karya yaitu karya untuk hidup artinya para petani menciptakan
sesuatu tanpa ada keinginan untuk menjadikan itu sebagai keahlian atau
semacamnya yang dapat menghasilkan uang, bahwa pada umumnya para petani di sana
hanya terfokus pada pemakai atau
menganut apa yang sudah dibuat dan diajarkan orang tuanya, tanpa ada keinginan
untuk memperbaiki. Hakikat manusia dengan alam yaitu tunduk terhadap alam,
biasanya mereka hanya memanen apa yang sudah disediakan alam atau bercocok
tanam dengan system yang masih sangat sederhana. Yang terkait hakikat manusia
dengan manusia, tokoh-tokoh dan atasan adalah sosok yang dianggap penting dalam
hidupnya. Apa saja yang diperintahkan oleh atasan selalu diikuti.
Petani di desa Jedong pada umumnya menjual hasil
panennya dalam bentuk mentah (belum diolah) kepada para pedagang yang dating,
KUD, dan penebas. Alasan mengapa tidak diolah dulu sebelum di jual untuk
meningkatkan nilai jual karena mereka tidak mempunyai alat pengolah dan
sussistem agribisnis yang kenyataannya tidak begitu diterapkan.
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari hasil
wawancara di Kecamatan Wagir, Malang, ditemukan beberapa fakta tentang pola
interaksi petani.Mayoritas bertani adalah pekerjaan sampingan, untuk mengisi
waktu luang jika tidak ada pekerjaan panggilan sebagai kuli bangunan ataupun
pedagang.Pada umumnya petani di daerah ini menanam jagung, dikarenakan lahan
merupakan lahan kering.Mayoritas kepemilikan lahan didaerah ini adalah warisan
dari orang tua. Dengan pengolahan lahan yang sangat sederhana dan untuk
pembasmian hama umumnya memakai pestisida kimia. Dengan hasil panen ada
beberapa yang dikonsumsi sendiri dan sebagian dijual ke tengkulak ataupun
pedagang yang datang.
3.2 Saran
Kegiatan Kunjungan Lapang
Dari hasil lapang pada sabtu, 08 Desember 2012 cukup
baik.Tetapi akan lebih baik lagi jika kedepannya kunjungan lapang memperhatikan
tempat yang akan dituju dan mempertimbangkan resiko yang ada . Sehingga tidak
akan ada kejadian yang tidak diinginkan. Sebaiknya ada komunikasi yang
terorganisir sehingga tidak ada salah komunikasi lagi .
Apakah Anda perlu pinjaman tanpa jaminan untuk mendirikan sebuah bisnis atau pinjaman untuk renovasi dan banyak lagi, pencarian tidak lebih, kami adalah perusahaan yang sah dan pada tingkat bunga rendah dari 2% dan bersedia untuk meminjamkan jumlah yang Anda ingin meminjam dan membuat tahun ini yang berhasil untuk Anda. Mohon mengisi data pinjaman ini di bawah ini dan menghubungi kami melalui email perusahaan kami: gloryloanfirm@gmail.com.
BalasHapusNama lengkap: _______________
Negara: __________________
Sex: ______________________
Umur: ______________________
Jumlah Pinjaman Dibutuhkan: _______
Durasi Pinjaman: ____________
Tujuan pinjaman: _____________
Nomor ponsel: ________
Untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi kami sekarang melalui email: gloryloanfirm@gmail.com