Halaman

Selasa, 26 Februari 2013

PENERAPAN METODE BELAJAR PQ4R DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII-B MTS MUHAMMADIYAH I MALANG TAHUN PELAJARAN 2011-2012



PENERAPAN METODE BELAJAR PQ4R DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII-B
MTS MUHAMMADIYAH I MALANG
TAHUN PELAJARAN 2011-2012

Ahmad Ahyar

Abstrak
Penerapan Metode Belajar PQ4R dalam Pembelajaran Sejarah untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII-B MTs Muhammadiyah I Malang Tahun pelajaran 2011-2012. Skripsi, Jurusan Pendidikan Sejarah dan Sosiologi, Fakultas Pendidikan Ilmu Sosial dan Humaniora, Ikip Budi Utomo Malang. Pembimbing: Drs. Nurcholis Sunuyeko, M.Si.

Kata Kunci: PQ4R, Motivasi, hasil belajar, PTK, MTs Muhammadiyah I Malang.


Selasa, 08 Januari 2013

Perubahan Sosial Erat Kaitanya dengan Usaha Pertanian di Indonesia



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Di dalam masyarakat pertanian terdapat suatu pola interaksi. Dan pola interaksi tersebut berubah dari waktu ke waktu, yang disebabkan oleh berbagai faktor. Pengelolaan usaha pertanian tersebut mempunyai hubungan yang erat dengan perubahan sosial, yang selanjutanya akan mempunyai dampak positif maupun negatif. Berikut akan dijelaskan berbagai perubahan sosial yang erat kaitannya dengan usaha pertanian di Indonesia.
1.2  Rumusan Masalah
1.2.1  Apa pengertian dari perubahan sosial atau globalisasi?
1.2.2  Apa saja bentuk-bentuk perubahan sosial di masyarakat?
1.2.3  Bagaimana pengelolaan usahatani sebelum terjadi perubahan sosial?
1.2.4  Bagaimana perubahan sosial memberi dampak pada pengelolaan usahatani di Indonesia? 
1.3  Tujuan
1.3.1  Mengetahui pengertian sebenarnya dari perubahan sosial.
1.3.2  Mengetahui bentuk-bentuk dari perubahan sosial yang ada di masyarakat.
1.3.3  Mengetahui tentang pengelolaan usahatani sebelum terjadi perubahan sosial.
1.3.4  Mengetahui tentang dampak yang diberikan oleh perubahan sosial terhadap pengelolaan usahatani di Indonesia.


Senin, 07 Januari 2013

Pola Hubungan Petani dalam Masyarat Erat Kaitannya dengan Organisasi Kelompok Tani


A.    Pola Hubungan Petani dalam Masyarakat
              Manusia sebagai mahluk sosial yang memiliki dimensi sosial yang kuat. Sejak jaman nenek moyang sampai sekarang tidak ada manusia yang hidup sendiri. Jaman dahulu manusia hidup dalam kelompok-kelompok  kecil untuk bertahan hidup. Mereka memang kerap berperang melawan kelompok lain namun dalam tubuh kelompok tersebut mereka saling membangun kepercayaan melalui hubungan sosial. Kelompok yang  memiliki hubungan sosial yang kuat biasanya menjadi kelompok yang besar dan kuat. Mereka harus berhubungan sosial bila ingin terus bertahan hidup, apabila tidak berhubungan sosial maka mereka harus siap–siap disingkirkan.
Sifat soliter bukan bagian dari manusia. Manusia membutuhkan orang lain dan cenderung hidup berkelompok. Saat ini kita dapat melihatnya dari kelompok terkecil yaitu, keluarga, RT (rukun tetangga), RW (rukun warga), Kecamatan, Kabupaten, Provinsi, Negara, dan masyarakat internasional. Seorang petani mungkin masih bisa hidup dengan memakan hasil panennya tetapi bagaimana kalau dia sakit apakah dia masih bisa bertahan sendiri.
Hubungan sosial tersebut menciptakan suatu kelompok/komunitas. Hubungan yang terus menerus dalam komunitas tersebut lama kelamaan akan menciptakan suatu pola. Pola hubungan inilah yang membuat setiap manusia mendapat bagiannya sendiri–sendiri dalam komunitas.
Pertanian dalam arti luas berarti segala kegiatan produksi yang berlandaskan pertumbuhan dari hewan dan tumbuhan. Sedangkan petani adalah individu yang melakukannya. Petani merupakan individu yang menjalankan usaha pertanian. Di desa biasanya petani biasanya memiliki 3 tugas yang vital dalam usaha pertaniannya. Pertama, petani sebagai penggarap lahan usahanya. Petani biasa menggarap sendiri lahannya dan biasanya meminta bantuan masyarakat lain saat akan menanam dan memanen. Kedua, petani sebagai manager mengatur kapan waktu yang baik untuk menanam dan tentu juga memasarkan asil panennya. Ketiga, petani sebagai manusia juga menjalani kehidupannya sehari-hari dalam bermasyarakat.
Petani adalah mahluk sosial yang dalam kehidupannya tidak dapat lepas dari manusia lain. Petani juga memiliki keluarga, Dahulu sebagian besar petani, anggota keluarganya juga ikut bertani meski bukan pekerjaan utamanya. Antara petani dan keluarganya tersebut memiliki suatu pola hubungan yang saling mendukung. Hubungan yang saling mendukung tersebut yang membuat keluarga petani hidup dengan tentram. Pola hubungan yang saling mendukung seperti ini dari tahun ke tahun sudah mulai berkurang kadarnya. Dapat dilihat saat ini petani mudah drop/menyerah/strees menghadapi kesulitan hidup. Keluarga yang seharusnya mendukung lebih fokus kepada pekerjaan mereka “mulai ada sikap antipati”. Hal tersebut terjadi biasanya karena 2 faktor  yaitu tidak terjadi/tidak adanya kontak sosial dan interaksi sosial.   

Rabu, 02 Januari 2013

Ekonomi Pertanian Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Ilmu ekonomi Pertanian merupakan cabang ilmu yang relatif baru. Bila ilmu ekonomi modern dianggap lahir bersamaan dengan penerbitan karya Adam Smith yang berjudul The Wealth of Nation pada tahun 1776 di Inggris, maka ilmu ekonomi pertanian baru dicetuskan untuk pertamakalinya pada awal abad 20, tepatnya setelah terjadi depresi pertanian di Amerika pada tahun 1890. Di Amerika Serikat sendiri mata kuliah Rural Economics mula-mula diajarkan di Universitas Ohio pada tahun 1892, menyusul kemudian Universitas  Cornell yang memberikan mata kuliah Economics of Agriculture pada tahun 1901 dan Farm Management pada tahun 1903. Sejak tahun 1910 beberapa universitas di Amerika Serikat telah memberikan kuliah-kuliah ekonomi pertanian secara sistematis. Di Eropa ekonomi pertanian dikenal sebagai cabang dari ilmu pertanian. Penggubah ilmu ekonomi pertanian di Eropa adalah Von Der Goltz yang menuliskan buku Handbuch der Landwirtshaftlichen Bertriebslehre pada tahun 1885 (Mubyarto, 1979).
Di Indonesia mata kuliah ekonomi pertanian pada awalnya diberikan pada fakultas-fakultas pertanian dengan tradisi pengajaran Eropa oleh para Guru Besar Ilmu Pertanian antara lain Prof. Iso Reksohadiprojo dan Prof. Ir. Teko Sumodiwirjo. Pada perkembangan berikutnya ilmu ekonomi pertanian semakin memperoleh tempat setelah pembentukan Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) pada bulan Februari 1969 di Ciawi, Bogor. Sejak itu pengakuan atas profesi baru ini berlangsung makin cepat sejalan dengan dilaksanakannya Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita I) yang dicanangkan pada tanggal 1 April 1969.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana ciri-ciri pertanian di Indonesia?
2.      Bagaimana isu aktual ekonomi pertanian di Indonesia?
3.      Apa saja faktor –faktor kelembagaan dalam ekonomi pertanian?
4.      Apa sajakah sumber daya pertanian itu?
1.3  Tujuan
1.      Mengetahui ciri-ciri pertanian di Indonesia
2.      Mengetahui isu aktual ekonomi pertanian di Indonesia
3.      Mengetahui faktor kelembagaan dalam ekonomi pertanian
4.      Mengetahui sumber daya pertanian


Selasa, 01 Januari 2013

Laporan Akhir Praktikum Sosiologi Pertanian Kunjungan Lapang di Kec. Wagir, Malang



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Pendahuluan
Sosiologi Pertanian menurut Ultrich Planck adalah sosiologi yang membahas fenomena sosial dalam bidang ekonomi pertanian. Sosiologi memusatkan hampir semua perhatian pada petani dan permasalahan hidup petani. Ruang lingkup sosiologi pertanian meliputi objek sosiologi pedesaan dan objek sosiologi pertanian. Objek sosiologi pedesaan adalah seluruh penduduk di pedesaan yang terus-menerus atau sementara tinggal disana (masyarakat pedesaan atau pertanian yang dilihat dari sudut pandang hubungan antar manusia dan proses yang timbul dari hubungan manusia didalam masyarakat). Objek sosiologi pertanian meliputi keseluruan penduduk yang bertani tanpa memperhatikan janis tempat tinggalnya. Tema utama sosiologi pertanian adalah UU pertanian, organisasi sosial pertanian (struktur pertanian), usaha pertanian, dan masalah sosial pertanian.
Di dalam Sosiologi Pertanian dipelajari berbagai aspek interaksi sosial terutama yang berhubungan dengan pola interaksi masyarakat petani. Aspek-aspek itu diantaranya adalah masyarakat petani di Indonesia, stratifikasi sosial, kepemilikan lahan, kelompok tani, dan pengolahan hasil pertanian. Kelima aspek tersebut tentunya sangat berpengaruh pada cara bercocok tanam di suatu daerah. Misalnya adalah bila lahan yang diolah adalah tegal maka tentunya tanaman yang ditanam adalah jagung. Berikut juga kelompok tani di daerah tersebut. Kemungkinan besar adalah jagung merupakan komoditi terbesar dari desa tersebut.
Besarnya luas lahan pertanian merupakan tolak ukur tingkat stratifikasi sosial. Berikut pula pekerjaan utama bertani atau pekerjaan lain. Kadang kala orang yang pekerjaan utamanya bukan petani enggan ikut ke dalam kelompok tani karena mereka merasa tanah yang diolahnya sempit dan hanya sebagai pengisi waktu luang saja. Oleh karena itu aspek-aspek sosiologi ini menentukan bagaimana kedudukan desa tersebut.

Makalah Olahan Blimbing meningkatkan perekonomian di karangsari Blitar



MAKALAH BAHASA INDONESIA TUTORIAL
OLAHAN BUAH BINTANG UNTUK MENINGKATKAN PEREKONOMIAN DI KARANGSARI BLITAR




Oleh:

Shilvi Agatha Ikarani              125040100111102



PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012

BAB I

PENDAHULUAN


1.1         Latar Belakang
Sejak zaman dahulu buah belimbing sudah merupakan komoditi utama di kota Blitar. Hampir semua warga di kecamatan Karangsari, kelurahan Sukorejo menanam tanaman ini. Namun, sejak beberapa tahun terakhir banyak kota yang juga mengandalkan komoditi ini untuk perekonomiannya. Untuk mengatasi meluapnya barang pada saat musim panen maka pemerintah daerah kota Blitar dan beberapa petani belimbing membuat inovasi buah belimbing menjadi beberapa produk olahan seperti jus belimbing, sirup belimbing dan dodol belimbing agar menaikkan nilai jual dan mengurangi buah belimbing pada saat musim panen tiba.